REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian (BKP3) Kabupaten Boyolali, Jateng, mengembangkan bahan makanan lokal. Ini dilakukan sebagai budidaya penganekaragaman bahan pangan pokok, selain nonberas.
Menurut Kepala BKP3 Kabupaten Boyolali, pengembangan makanan berbasis bahan lokal nonberas ini sesuai dengan program kerja pemkab pengembangan makanan nonberas. "Di Boyolali memiliki aneka ragam bahan makanan lokal. Sayangnya, belum banyak yang mengembangkan," kata dia, Selasa (24/3).
Wilayah Kabupaten Boyolali, kata Juwaris, memiliki aneka ragam bahan makanan lokal, selain beras. Hanya saja, masyarakat masih enggan untuk mengganti bahan makanan lokal tersebut sebagai pengganti beras. Melihat kondisi demikian, pemkab terus melakukan pengembangan makanan lokal.
Berbagai jenis makanan lokal sedang dikembangkan. Seperti, berbahan singkong, jagung, ubi, pisang dan buah-buahan. Berbagai bahan makanan lokal tersebut diolah menjadi aneka ragam makanan. Mulai dari kue hingga pudding. Bahkan, buah rambutan yang biasanya langsung dikonsumsi, bisa diolah menjadi pudding dan manisan.
"Sebenarnya, banyak sekali bahan pangan pokok yang bisa diolah menjadi bahan olahan selain beras. Tapi, masyarakat sini sepertinya sudah sangat tergantung dengan beras. Sehingga pengolahan makanan berbahan lokal ini hanya dilakukan saat-saat tertentu saja. Kalau ini dibiasakan, akan mengurangi kunsumsi beras," katanya menjelaskan.
Saat ini, BKP3 terus melakukan sosialisasi pengembangan makanan berbahan lokal. Terlebih, sebagai persiapan festival kuliner tingkat ASEAN yang akan diselenggaran di Kabupaten Boyolali Mei mendatang. Dalam festival yang rencananya akan diikuti negara-negara sahabat itu, akan disajikan makanan berbahan lokal nonberas.
Salah satu warga di Dukuh Karanggondang, Desa Penggung, Kabupaten Boyolali, Hanik (42), mampu menjadikan buah rambutan menjadi kue talam rambutan yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu, bahan baku singkong juga mampu diolahnya menjadi makanan pie dan lapis singkong yang lezat.
"Awalnya, hanya memanfaatkan apa yang banyak ditemukan di pekarangan rumah. Ternyata, hasilnya cukup disukai. Dan, lumayan sebagai penghasilan tamabahan keluarga," kata Hanik.