REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tengah melakukan riset mengenai tingginya kasus gugat cerai yang dilakukan perempuan. Terutama di daerah-daerah yang jumlah kasus gugat cerai tergolong tinggi, seperti di Kabupaten Purbalingga, Banyumas dan Cilacap.
Khofifah menduga, tingginya fenomena perceraian yang diajukan pihak perempuan ini terjadi karena tingginya peralihan status tulang punggung keluarga dari suami ke pihak istri. ''Saat menjabat sebagai menteri pemberdayaan perempuan, saya sudah tertarik untuk mengkaji masalah ini. Kenapa di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Purbalingga, kasus gugat cerai menjadi demikian tinggi,'' jelasnya dalam kunjungan kerja di Purbalingga, Ahad (22/3).
Menurut Catatan Kantor Kementerian Agama Purbalingga, angka perceraian di Purbalingga saat ini sudah hampir menyentuh 20 persen dari jumlah pernikahan. Sedangkan jumlah pernikahan di Purbalingga ada pada kisaran 10 sampai 11 ribu per tahun. Dari 20 persen kasus perceraian tersebut, kebanyakan justru merupakan kasus gugat cerai, yaitu perceraian atas inisiatif dari pihak istri.
Dia menyatakan, hasil riset tersebut akan menjadi bahan buku yang dia tulis. ''Saya sedang menulis buku tentang pengarusutamaan gender dikaitkan dengan upaya mempertahankan keharmonisan keluarga,'' ujar menteri yang juga Ketua Umum Muslimat NU ini.
Dalam buku itu, Khofifah menegaskan, tingginya penerapan pengarusutamaan gender seharusnya tidak sampai menimbulkan disharmoni dalam keluarga. Terlebih bila sampai berbuntut pada perceraian. ''Yang paling terkena pengaruh dari kehidupan keluarga yang tidak harmonis adalah anak-anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, akan mengalami trauma berkepanjangan. Baik disadari atau tidak disadari,'' ungkapnya.