Kamis 19 Mar 2015 20:43 WIB

Komisi VI DPR: Cukai Rokok Kemungkinan Dinaikan

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Tembakau
Tembakau

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR, Nasim Khan mengatakan masih ada dinamika dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) pertembakauan, meskipun RUU itu sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Hal ini karena detail poin-poin RUU Pertembakauan masih belum diputuskan oleh komisi maupun fraksi-fraksi.

"RUU Pertembakauan ini masih masuk ke dalam pilihan Prolegnas. Belum diputuskan untuk dibahas secara detail, di komisi sendiri maupun fraksi-fraksi. Jadi belum final," katanya saat dihubungi Republika, Kamis (19/3) di Jakarta.

Akan tetapi, Nasim menegaskan, RUU Pertembakauan harus dikaitkan dengan konteks terkini, khususnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Sebab, kualitas tembakau Indonesia yang bagus pun akan menjadi percuma bila negara tidak bisa melindungi rakyatnya dari serbuan pemain asing.

Untuk itu, menurut Nasim, yang seyogianya diperhatikan ialah meningkatkan nilai ekspor tembakau sehingga Indonesia naik tingkat tidak lagi sebagai konsumen.

"Pengertian tentang bahaya nikotin dan tembakau bila digunakan sebagai rokok. Cukainya (rokok) nanti juga dipertinggi. Kita kan ingin meminimalkan jumlah pemakai rokok atau konsumen dari bangsa kita," jelasnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menekankan, dalam soal rokok, yang terpenting ialah menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan kesehatan rakyat. Adapun penolakan terhadap RUU Pertembakauan, ungkap Nasim, sebenarnya berfokus pada rokok, bukan pada tembakau itu sendiri.

"Makanya sekarang kita lagi mengecek. Tembakau ini seandainya nanti tidak harus untuk rokok, tapi kita perbesar sistem ekspor," ujarnya.

Dia lantas mencontohkan beberapa negara, yakni  Singapura, Malaysia, dan Amerika Serikat. Kata Nasim, negara-negara itu tidak besar-besaran memproduksi rokok namun mendapatkan profit yang besar. Tegasnya, mereka bukan konsumen dan produsen rokok dominan, namun menjual lisensi merek rokok dan tembakau ke luar negeri secara masif.

"Mereka berproduksi di internal dan dikirim ke Indonesia. Sama seperti Amerika. Yang lebih banyak memproduksi, lisensinya, di Indonesia. Pemakainya, konsumen rokoknya, Indonesia," katanya.

Tujuannya, menurut Nasim, agar rakyat Indonesia tetap bisa menikmati kemakmuran profit dari tembakau yang ditanam para petani sendiri sekaligus di saat yang sama menghindari maraknya asap rokok.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement