REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melaporkan putusan hakim Pengadilan Negeri Gunung Sitoli ke Komisi Yudisial (KY) terhadap putusan dua terpidana mati Yusman Telaumbanua dan Rasulah Hia.
Kontras melaporkan adanya indikasi pelanggaran yang dilakukan majelis hakim ketika memproses persidangan kedua terpidana mati kasus pembunuhan berencana tersebut. Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras, Putri Kanesia mengatakan satu dari indikasi pelanggaran oleh majelis hakim PN Gunung Sitoli ini yakni memvonis mati terdakwa di bawah umur.
Hal itu menurutnya bertentangan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak yang tidak boleh memvonis anak di bawah umur lebih dari 10 tahun. Diketahui salah satu terpidana yakni Yusman Telaumbanua berusia di bawah umur saat vonis diputuskan.
"Itu yang kami mau tau dari KY, mengapa hakim memvonis seperti itu, dan tetap membiarkan, bahkan dalam amar putusan tidak disinggung terpidana masih di bawah umur," ujar Putri di Gedung KY, Kamis (19/3).
Ia mengatakan dari informasi yang dikumpulkan Kontras, majelis hakim juga sempat menanyakan usia terpidana pada saat proses persidangan berlangsung yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kepada penyidik mengenai usia terdakwa saat itu.
Namun, pemanggilan kepada penyidik tersebut tidak ditindaklanjuti sehingga proses persidangan dilanjutkan. "Majelis hakim mengacu kepada BAP kepolisian tanpa mencoba menggali fakta-fakta di persidangan, dituliskan kelahiran 1993 padahal 1996," ujarnya.
"Makanya kita mau desak KY untuk memanggil, mereka mau investigasi dulu, kalau terbukti, akan dilakukan pemanggilan secara panel juga," katanya.
Kedua terpidana terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap tiga orang korban pada 2012. Kemudian dijatuhi putusan mati oleh hakim diantaranya ketua Sylvia Yudhiastika, Sayed Fauzan, Edi Siong pada 2013. Saat ini keduanya tengah berada di lapas Batu Nusakambangan, Jawa Tengah untuk menunggu proses selanjutnya.