Rabu 18 Mar 2015 23:33 WIB

Diskriminasi Remisi Bisa Dilakukan Melalui Konsensus Nasional

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Sejumlah aktivis menolak remisi untuk koruptor dan bandar narkoba (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua DPD RI, Farouk Muhammad menilai perbaikan dalam pemberian remisi bisa dilakukan. Namun, hal itu harus selalu dilihat dari jenis kejahatannya, yaitu, jenis kejahatan konvensional atau ekstra ordinary crime.

Menurutnya, kejahatan korupsi maupun narkoba dapat digolongkan sebagai kejahatan yang extra ordinary crime (luar biasa) karena membunuh dan mengancam kehidupan orang banyak. Jadi, pemberian remisi harus ada pengetatan.

"Terlebih untuk pelaku kejahatan korupsi. Harus ada perbedaan dalam pemberian remisi antara tindak pidana korupsi dengan napi lainnya," kata dia dalam dialog kebangsaan di kantor DPD RI, Rabu (18/3).

Wakil Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila mengatakan, remisi memang hak setiap narapidana. Semestinya memang tidak ada pengecualian dalam memberi remisi. Meskipun, di periode lalu, pemerintah sudah membuat pengecualian untuk tidak memberi remisi pada 4 kejahatan luar biasa. Yaitu, korupsi, narkoba, illegal logging dan terorisme.

Menurut dia, diskriminasi pemberian remisi pada pelaku kejahatan luar biasa memang bisa dimungkinkan. Namun, harus membutuhkan payung hukum yang tidak sekadar hanya melalui Peraturan Pemerintah. Dasar diskriminasi ini, kata Noor Laila, harus dibuat menjadi Undang-Undang.

Bahkan, dalam konvensi ratifikasi tindak pidana korupsi, dengan jelas menyebut pelaku kejahatan korupsi harus dimiskinkan. Jadi, hukuman bagi koruptor tidak hanya dirasakan oleh badan pelaku kejahatan, tapi sampai dimiskinkan. Artinya, diskriminisasi pemberian remisi pada koruptor dapat dilakukan kalau sudah menjadi konsensus nasional.

"Konsensus ini bentuknya UU yang mengganti peraturan pemerintah," katanya.

Noor Laila menambahkan, diskriminisasi pemberian remisi ini tidak cukup dengan menerbitkan PP karena akan rawan disalahgunakan. Meskipun, secara umum pemberian remisi ini sudah diatur dalam UU Pemasyarakatan. Meskipun, dalam UU tersebut, syarat pemberian remisi diberikan secara umum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement