REPUBLIKA.CO.ID, TRENGGALEK -- Anjloknya jembatan di jalur provinsi, Desa Nglongsor, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Kamis (12/3), diduga bukan hanya dipicu peningkatan debit air pada aliran sungai. Dugaan lain disebabkan aktivitas penambangan pasir liar di sekitar jembatan.
"Bisa jadi begitu. Tak jauh dari jembatan ini memang ada aktivitas penambangan pasir oleh masyarakat," ujar Camat Tugu, Zahid Isroni, Kamis.
Sekalipun tidak menggunakan mesin diesel, aktivitas penambangan pasir secara manual itu dilakukan di area dekat jembatan. Menurut Zahid, jarak jembatan dengan lokasi penambangan pasir masyarakat hanya sekitar 100 meter.
Hal itu menyebabkan dasar sungai mengalami pendalaman secara terus-menerus akibat pengerukan pasir. Dalam jangka panjang, penggerusan pada dasar sungai semakin meluas hingga area pilar atau tiang penyangga jembatan.
"Kondisi itu diperparah saat terjadi banjir pada aliran sungai ini. Kuatnya arus menyebabkan pondasi pada pilar kedua dari sisi barat jembatan tergerus dan amblas hingga kedalaman sekitar 130 sentimeter," katanya.
Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 02.15 WIB itu cepat diketahui warga dan segera dilaporkan ke pihak keamanan setempat.
"Akses langsung kami tutup. Lalu lintas untuk kendaraan roda dua, empat atau lebih yang tidak bermuatan berat kami alihkan ke jalan lingkar yang melintasi Desa Kerjo, tak jauh dari sini," kata Danramil Tugu Kapten Supriyo, ditemui di lokasi kejadian.
Jembatan Nglongsor memiliki panjang total sekitar 50 meter, lebar 7,5 meter, dan ketinggian dari dasar sungai sekitar delapan meter.
Jembatan tua yang masih menggunakan konstruksi zaman Belanda ini memiliki sedikitnya empat pilar penyangga yang terbuat dari tumpukan batu andesit dan adonan semen sehingga membentuk semacam kubus-kubus tanpa anyaman besi sebagai otot.
Informasi dari masyarakat menyebut, Jembatan Nglongsor yang ambles itu dibangun sejak 1962. Namun, sebagian lain mengatakan pada tahun itu jembatan terakhir direnovasi oleh pemerintah saat kepemimpinan Soekarno.