Selasa 10 Mar 2015 04:16 WIB

Manfaatkan Bonus Demografi untuk Tingkatkan Industri Film Nasional

Menteri Desa PDTT Marwan Jafar.
Foto: Ist
Menteri Desa PDTT Marwan Jafar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bisnis perfilman yang belakangan terlihat semakin 'lesu; diharapkan mampu bangkit kembali dengan memanfaatkan momentum bonus demografi yang diprediksi terjadi pada 2020-2030 mendatang. Tujuannya untuk kembali menghidupkan gairah perfilman nasional.

"Bonus demografi ini kan terjadi mayoritas di desa-desa, warga desa akan semakin didominasi penduduk produktif di masa yang akan datang," ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar saat menghadiri gala premiere film grup band The Virgin berjudul 'Kok Putusin Gue?' di Epicentrum XXI, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/3) malam WIB.

Untuk diketahui, Indonesia diprediksi akan mendapat bonus demografi tahun 2020-2030, di mana penduduk dengan umur produktif sangat besar. Sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak. Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, adapun nonproduktif hanya 60 juta jiwa.

Bonus demografi akan menghadapkan penduduk usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai 70 persen, sedangkan sisanya 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun).

Karena itu, Marwan mengingatkan, kondisi tersebut seyogianya bisa dimanfaatkan dengan menambah frekuensi penyanangan film di desa-desa dengan membuka layar tancap. "Saya sangat setuju dengan layar tancap. Itu sebagai cara utk menaikkan gairah perfilman nasional. Kenapa ibu-ibu sekarang suka nonton sinetron, karena tidak ada pilihan lain," ujar politikus PKB tersebut.

Menurut dia, untuk memutar sebuah film tidak harus digelar secara permanen di pusat-pusat perbelanjaan seperti yang tersedia dikota besar. Pasalnya, pemutaran film juga bisa dilakukan melalu layar tancap di desa.

"Ada mal atau tidak ada mal itu tak ada kaitannya dengan film. Apalagi bonus demograsi itu adanya di desa-desa atau daerah. Saya saat kecil di kecanatan saya ada dua bioskop, dan keduanya ramai dikunjungi warga," kenang Marwan.

Dia berpendapat, produksi perfilman nasional belakangan ini cenderung mengalami kemunduran, baik dari segi bisnis maupun kualitas. Karena itu, ia juga berharap agar ke depan para pebisnis perfilman dapat menyajikan hasil karya yang dapat memberikan pembejalaran positif bagi masyarakat luas.

"Saya sendiri merasa kurang puas karena perkembangan industri perfilman yang lambat dan belum ada film spektakuler, seperti dulu ada film cut nyak dien yang spektakuler, jangan hanya film horor saja, harus ada edukasi yang terus menerus dikembangkan secara positif kepada masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement