Senin 09 Mar 2015 00:33 WIB

Deadlock, APBD DKI 2014 Digunakan Lagi

Rep: C23/ Red: Indira Rezkisari
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (tengah) bersama Wakil Ketua Muhammad Taufik (kiri), Triwisaksana (kanan) memimpin rapat paripurna di Jakarta, Kamis (26/2).
Foto: Antara/Vitalis Yogi Trisna
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (tengah) bersama Wakil Ketua Muhammad Taufik (kiri), Triwisaksana (kanan) memimpin rapat paripurna di Jakarta, Kamis (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat Tata Negara Universitas Khairun Ternate Margarito Khamis mengungkapkan kekisruhan antara Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta terkait Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) kemungkinan besar berakhir buntu. Hal ini dikarenakan, dua pihak yang berseteru, walaupun sudah dimediasi, masih kukuh dan bersikeras dengan argumennya masing-masing.

"Kedua pihak sama-sama keras, jadi hampir dipastikan mengarah ke deadlock. Kalau sudah begitu, sesuai konstitusi yang berlaku, maka APBD yang bisa digunakan adalah periode sebelumnya, tahun 2014," papar Khairun kepada Republika, Ahad (8/3). Hal ini, lanjut Khairun, sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) No.23 tahun 2104 tentang pemerintah daerah dan UU No.17 tahun 2003 soal keuangan negara.

Jika kebuntuan terjadi, tutur Khairun, peran Kementerian Dalam Negeri hanya sebatas mengevaluasi anggaran. Evaluasi didasarkan pada faktor efisiensi dan efektifitas, serta kebutuhan umum atau publik.

Saat ini polemik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI Jakarta masih berlangsung. Polemik ini bermula dari pengajuan anggaran APBD melalui e-budgeting yang dilayangkan Ahok ke Kemendagri tanpa adanya tanda tangan persetujuan DPRD DKI Jakarta. DPRD menilai pengajuan anggaran e-budgeting itu bak surat bodong. DPRD DKI Jakarta kemudian menggunakan hak angket terkait keputusan Ahok itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement