REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan mengungkapkan tanah di Yogyakarta tidak hanya bernilai kegunaan, juga bernilai historis. Karenanya pemanfaatan lahan di kota Gudeg tersebut tidak boleh dilakukan sembarangan.
"Tanah di Jogja punya nilai historis. Maka itu, penggunaannya harus memperhatikan hal tersebut," ujar Ferry saat ditemui pada acara Dies Natalis Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Jumat (6/3).
Namun begitu, ia menegaskan pengelolaan lahan harus berlandaskan pada kebermanfaatan bagi masyarakat banyak. Oleh itu, seharusnya tidak ada lagi diskriminasi kepempemilikan lahan.
Menurut Ferry Mursyidan, orang miskin dan orang kaya sama-sama memiliki hak kepemilikan akan tanah sebagai instrumen kehidupan dan tempat tinggal.
Menurut Ferry hal tersebut pun berlaku bagi Sultan Ground atau tanah yang dimiliki Sri Sultan sebagai penguasa Jogja. "Pengelolaan Sultan Ground pun harus berlandaskan pada nilai kebermanfaatan," tuturnya.
Ia mengatakan masyarakat tidak boleh dirugikan atas pengelolaan lahan tersebut. Meskipun itu lahan Sultan. Ferry pun mempersilahkan kewenangan Sultan untuk memanfaatkan tanah yang dimilikinya.
Politisi Nasdem itu percaya Sultan mampu mengelola hartanya sebagaimana harusnya. Selain berbicara masalah nilai historis tanah di Yogyakarta, Ferry menuturkan bahwa ada satu aspek penilaian tanah yang terkadang dilupakan. Padahal aspek ini cukup penting, yaitu pemandanga.
"View itu penting. Namun sering terlupakan. Untuk apa kita hidup di tengah kota tapi pandangannya jelek. Kumuh dan sebagainya. Nilai lahan seperti ini seharusnya rendah," ungkap Ferry.