Kamis 05 Mar 2015 13:43 WIB

'DPRD Harusnya Bentuk Komisi Khusus Bukan Hak Angket'

Rep: C26/ Red: Djibril Muhammad
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (tengah) bersama Wakil Ketua Muhammad Taufik (kiri), Triwisaksana (kanan) memimpin rapat paripurna di Jakarta, Kamis (26/2).
Foto: Antara/Vitalis Yogi Trisna
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi (tengah) bersama Wakil Ketua Muhammad Taufik (kiri), Triwisaksana (kanan) memimpin rapat paripurna di Jakarta, Kamis (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah anggota DPRD DKI Jakarta menggunakan hak angket dalam kasus 'dana siluman' dinilai pengamat politik, Ray Rangkuti, sebagai tindakan salah.

Menurut dia, anggota dewan itu harusnya membentuk komisi khusus untuk menyelidiki duduk perkara yang membelitnya dengan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

"Harusnya bukan hak angket kecuali yang dianggap salah Ahoknya," ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani saat dihubungi ROL, Kamis (5/4).

Dalam kasus ini Ahok melaporkan dugaan adanya anggaran siluman dalam RAPBD yang diajukan DPRD ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hak angket, menurut Ray, seharusnya dilakukan ketika anggota dewan menemukan institusi atau perorangan melakukan penyelewengan APBD. Pada kenyataannya, Ahok hanya melaporkan persoalan anggaran yang berbeda antara pemerintah provinsi dengan DPRD.

Pembentukan komisi khusus, dijelaskan Ray, harusnya menjadi langkah benar yang diambil lembaga legislatif DKI Jakarta. Komisi khusus ini yang nantinya akan menyelidiki angka yang diajukan gubernur yang juga Mantan Bupati Belitung Timur itu. Selanjutnya akan diketahui alasan mengapa anggaran dana yang dikeluarkan Ahok berbeda.

Ray menambahkan pengajuan hak angket itu justru nantinya bukan hanya memeriksa Ahok tapi juga anggota dewan itu sendiri. Itulah yang akhirnya berakibat beberapa fraksi mencabut dukungannya terhadap hak angket.

Mereka menyadari kalau nantinya penyelidikan hak angket itu akan kembali ke dirinya juga. Menurut Ray, itu adalah tindakan yang paling benar dan rasional. "Walaupun tentu mereka harus menanggung malu," katanya.

Kasus dana siluman RAPBD beberapa waktu lalu sudah dilaporkan Eks Wakil Gubernur era Jokowi itu ke KPK. Lembaga yang menyelidiki kasus korupsi itu masih menelaah berkas yang diserahkan gubernur. Ahok sendiri juga sudah menyerahkan perkara ini ke Kemendagri untuk menyelesaikannya.

Penemuan kejanggalan anggaran sebesar Rp 12,1 triliyun ini membuat publik membuka mata soal rawannya sebuah anggaran pemerintah. Berbagai kalangan banyak yang mendukung tindakan Ahok dalam hal transparansi dana anggaran pemerintah provinsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement