Senin 02 Mar 2015 18:23 WIB

Tak Usah Trauma Pada 'Sarpin Effect'

Rep: c82/ Red: Esthi Maharani
Hakim Sarpin Rizaldi.
Foto: Republika/Umi Fadilah
Hakim Sarpin Rizaldi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan menjadi inspirasi bagi para tersangka di Indonesia untuk melakukan hal yang sama, termasuk Suryadharma Ali (SDA) dan Sutan Bhatoegana. Presiden Jokowi pun telah meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mengawal banyaknya pengajuan gugatan agar tidak menimbulkan masalah.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi hukum DPR Arsul Sani mengatakan, rencana pembatasan praperadilan oleh MA masih belum diperlukan.

"Kalau menurut saya tidak usah kemudian menjadi seperti trauma Sarpin effect," kata Arsul saat dihubungi, Senin (2/3).

Arsul mengatakan, jika ada tersangka korupsi yang ikut mengajukan praperadilan, seperti SDA dan Sutan, putusannya belum tentu sama dengan putusan Budi Gunawan. Proses pidana di tingkat penyidikan, lanjutnya, memiliki keadaan dan karakteristik yang berbeda.

"Selain itu, pada sistem peradilan kita, hakim tidak terikat dengan putusan hakim lainnya, tidak terikat putusan hakim Sarpin karena kita menganut peradilan bebas," ujarnya.

Politisi PPP itu menambahkan, putusan hakim Sarpin masih dapat diuji melalui peninjauan kembali (PK) di MA. Sehingga belum tentu putusan Sarpin menjadi putusan yang final.

"Putusan hakim itu masih terbuka diuji putusan tinggi PK di MA berdasarkan SEMA No 4 Tahun 2014 namun belum diputuskan padahal saya mendorong jelas. Jadi MA tidak perlu keluarkan surat edaran baru karena surat dulu sudah ada. Ajukan saja PK," jelas Arsul. 

Arsul menambahkan, gugatan-gugatan praperadilan para tersangka yang saat ini muncul merupakan euforia dari putusan Hakim Sarpin. Menurutnya, tidak semua orang akan memanfaatkan lembaga praperadilan untuk menggugurkan status tersangkanya.

"Ini masih euforia. Itu akan hilang dengan sendirinya. Sutan Bhatoegana dan SDA kan belum tentu dikabulkan," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement