Kamis 26 Feb 2015 14:12 WIB

UU SDA Dibatalkan MK, Ini Jawaban Menteri Basuki

Rep: C78/ Red: Satya Festiani
Basuki Hadi Muljono
Foto: www.tataruangindonesia.com
Basuki Hadi Muljono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merespons pembatalan Undang-Undang nomor 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono menerima dan menghormatinya. Dengan begitu, pengelolaan atas air oleh pemerintah kembali mengacu pada UU no 11/1974 tentang Pengairan.

"Tapi tetap pembatalan tersebut tidak mengurangi pelayanan soal air ke masyarakat," kata dia dalam konferensi pers pada Kamis (26/2). Di samping itu, pembatalan tersebut juga menjadi momentum pengembalian dan penguatan hak-hak negara untuk mengendalikan pengelolaan SDA melalui pembentukan peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang akan segera dirampungkan pada April 2015.

Sebelumnya, MK menyatakan UU SDA No 7/2004 bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Karenanya, pemerintah akan kembali menggunakan UU No 11/1974 tentang pengairan. Dalam putusan tersebut, MK berpendapat bahwa permohonan uji materi dapat diterima karena peraturan pelaksanaan UU SDA tidak mengikuti penafairan MK.

Di samping itu, UU SDA dalam pelaksanaannya dinyatakan belum menjamin terwujudnya amanat konstitusi tentang hak penguasaan negara atas air. Sebab seharusnya negara secara tegas melakukan kebijakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan dan pengawasan.

Kemudian, PP nomor 16/2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, PP No 20/2006 tentang irigasi, PP No 42/2008 tentang Air Tanah, PP No 38/2011 tentang Sungai dan PP No 73/2013 tentang Rawa belum memenuhi enam prinsip dasar pembatasan pengelolaan SDA.

Enam prinsip tersebut yakni pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan apalagi meniadakan hak rakyat atas air; negara harus memenuhi hak rakyat atas air, akses terhadap air adalah salah satu hak azasi tersendiri; kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak azasi manusia; pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak; prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN dan BUMD; serta pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement