REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi PKS DPR ingin mengembalikan hak rakyat atas air. Dalam pembahasan revisi UU Sumber Daya Air, Fraksi PKS akan memperjuangkan agar air sebesar-besarnya digunakan untuk kepentingan rakyat.
Hal ini disampaikan terkait kegiatan Fraksi PKS DPR yang menggelar diskusi publik tentang Revisi UU Sumber Daya Air (SDA). "Kami ingin memastikan hak rakyat atas sumber daya air yang kini dirasakan semakin sulit. Air menjadi barang mahal karena diperdagangkan," kata Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, dalam siaran persnya, Rabu (25/7).
Pembahasan revisi UU SDA di DPR, menurut Jazuli, memasuki tahap-tahap krusial. Fraksi PKS ingin memastikan seberapa besar kedaulatan negara atas sumber daya yang sangat krusial bagi kehidupan rakyat ini.
"Jika berdaulat mengapa air semakin komersil sementara rakyat semakin sulit air? Ini yang akan kita reformasi bersama melalui Revisi UU Sumber Daya Air ini," kata Jazuli.
Amanat revisi UU ini sejati merupakan konsekuensi dari Putusan MK pada Februari yang telah membatalkan UU Sumber Daya Air No. 7/2004 karena UU tersebut sarat akan komersialisasi dan berpotensi menghilangkan kewenangan Negara dalam mengelola air.
"Kita melihat tidak boleh terlalu lama ada kekosongan hukum dalam pengelolaan air. Hal ini bisa menjadi pintu masuk pemodal besar dan perusahaan swasta masuk menguasai sumber-sumber air di Indonesia, akhirnya air diperdagangkan," katanya.
Anggota DPR Dapil Banten ini menegaskan bahwa upaya ini adalah bagian dari "Jihad Konstitusi". Fraksi PKS ingin mengokohkan implementasi dan manifestasi Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menyatakan Bumi dan Air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasa oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Diskusi yang digelar di Kantor Fraksi PKS ini, dihadiri Basoeki Hadimoeljono (Menteri PUPR), Nurhasan Zaidi (Kapoksi V FPKS DPR RI), Hasim DEA (Anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional 2009-2014), dan Tribudi Utama, MT (Ketua Transformasi Cita Infrastruktur / Ketua Presidium Asosiasi Komunitas Sungai Yogyakarta). Sementara itu, Diskusi dibuka secara resmi oleh Wakil Ketua Fraksi, Ledia Amalia Hanifa.
Dalam sambutan pembukanya Ledia menyoroti realitas sulit dan mahalnya akses rakyat atas air untuk berbagai keperluan hidup.
"Realitasnya rakyat harus beli air minum, irigasi, bahkan untuk mandi. Harga dan biayanya pun naik terus dan Pemerintah tak mampu membendungnya. Padahal tanah Indonesia sangat kaya akan air. Kita bukan sebagian negara Afrika yang miskin air. Bahkan, orang tua kita tak perlu bersusah payah membeli air. Kini, mayoritas air tanah tak lagi layak diminum," kata Ledia.
Di sinilah, lanjut Ledia, pentingnya kita memastikan penguasaan Negara atas sumber daya air. "Yang terlanjur salah kelola kita koreksi dan kita atur lebih kuat agar penguasaan sumber daya air sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukanya justru dikuasai pemodal besar, bahkan perusahaan swasta asing. Akibatnya, rakyat terbatas bahkan sulit mengakses air," ungkapnya.