REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) wilayah NTT, Aloysius Dengi Dando menyatakan, pengguna narkoba ini pastinya ada di sekeliling kita. Karena itu, peran aktif masyarakat mendorong mereka berhenti dengan membawa mereka untuk melaporkan diri ke BNN atau polisi agar bisa direhabilitasi.
Dia memastikan, tidak akan ada proses hukum bagi pengguna narkoba yang melaporkan dirinya sendiri dan ingin direhabilitasi. Tidak hanya itu, pihaknya juga menjamin kerahasiaan identitas pemakai tersebut.
"Kesadaran pengguna untuk berhenti dengan melaporkan diri kepada BNN atau polisi masih rendah. Dari 28 orang yang direhabilitasi, hanya delapan orang yang melaporkan diri," ujarnya di Kupang, Senin (23/2).
Sejauh ini, sambungnya, di NTT sudah ada 28 orang pengguna narkoba yang kami rehabilitasi di Lido Bogor dan Makassar. Delapan orang tersebut melaporkan dirinya sendiri kepada BNN diantar orangtua, sedangkan 20 orang lainnya ditangkap dan setelah melalui persidangan putusannya direhabilitasi.
Dari 28 orang yang direhabilitasi, tambahnya mayoritas berasal dari Kota Kupang. Lebih baik jika melaporkan diri sendiri sehingga tidak ada proses hukum dan dijamin kerahasian identitasnya.
"Kami terus melakukan sosialisasi baik itu tentang pengetahuan terkait narkoba maupun bahaya penggunaan narkoba, terutama di kalangan remaja dengan melibatkan sekolah dan perguruan tinggi," ucap dia.
Sebelumnya sebanyak lima pengedar narkoba anggota sindikat internasional yang ditahan Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur terancam hukuman mati. Mereka adalah OK, 30 tahun, warga negara Nigeria yang berperan sebagai pengedar, dan empat kurirnya, yakni S alias J (21), mahasiswi sebuah universitas swasta asal Jakarta; ES (29), pekerja restoran di Makau asal Lampung Timur, dan
IM (37), asal Jakarta; dan A (44), perempuan asal Desa Koper, Kecamatan Cikande, Serang, Banten. Mereka ditangkap pada November 2014.
"Mereka semua pengedar, sehingga hukuman paling berat untuk mereka adalah hukuman mati," kata Kapolda NTT Brigadir Jenderal Endang Sunjaya.
Berdasarkan pengakuan salah satu kurir, S, kata Endang, jika berhasil menyelundupkan narkoba ke Indonesia, para kurir diberi upah Rp 20 juta. S, mahasiswi semester IX, melakukan survei jalur penyelundupan narkoba sebelum
menyelundupkannya tiga kali.
S mengambil sabu dari Bangkok, lalu melanjutkan perjalanan melalui Singapura ke Timor Leste dan melewati jalur darat ke Kupang, NTT. Dari Kupang, dia menggunakan kapal laut ke Surabaya, kemudian menyewa mobil travel ke Yogyakarta dan Jakarta.
Jalur lain yang dilewati S yakni rute pesawat Jakarta-Bali, kemudian ke Timor Leste untuk menjemput sabu, dan kembali ke Indonesia melalui jalur penyelundupan di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Kelima tersangka anggota jaringan narkoba internasional ini diamankan di Mapolda NTT.
"Jalur yang dilewati para kurir ini berbeda antara satu dan lainnya," katanya.
Dari tangan para tersangka, polisi menyita 6,5 kilogram sabu, yang dijual Rp 2,5 juta per gram. Narkoba yang disita dari tangan tersangka telah dimusnahkan. Pada Desember 2014, Polda NTT juga memusnahkan sekitar sembilan kilogram narkoba sitaan dari sindikat internasional dengan nilai Rp 27 miliar lebih.