REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, David ML Tobing menyatakan, ke depan perlu dibuat sebuah sistem penyelesaian sengketa yang sederhana untuk konsumen penerbangan. Hal ini berkaca dari kasus delay besar-besaran yang menimpa maskapai Lion Air.
David menyatakan, selama ini penumpang malas jika ingin menempuh jalur hukum. Hal ini terkait jika ada tindakan maskapai yang merugikan penumpang
Padahal, jika mengikuti prosedur penyelesaian sengketa yang saat ini berlaku yang memakan waktu tahunan, karena di Undang-Undang No 8/ 1999 tentang Perlindungan Konsumen kerugian harus diganti dalam jangka waktu tujuh hari. "Ini yang harus diubah,” kata dia, Senin (23/2).
Nantinya, ia menyarankan bisa dibuat semacam badan arbitrase atau majelis penyelesaian sengketa. Ini nantinya jika ada sengketa tak perlu lagi dibawa ke Pengadilan Negeri. Jadi selain mengehemat waktu nantinya juga hak konsumen dapat terlindungi.
Keterlambatan dan pembatalan penerbangan Lion Air terjadi sejak Rabu (18/2) hingga Jumat (21/2). Penyebab, dari keterlambatan dan pembatalan tersebut adalah rusaknya tujuh pesawat Lion Air. Selain itu 10 pesawat tambahan yang dimiliki maskapai berlogo singa tersebut, tidak dapat diterbangkan karena sedang dalam proses maintenance.
Direktur Airport Service Lion Air, Daniel Putut menjelaskan, sebanyak 567 penerbangan terdampak delay selama tiga hari tersebut dan jumlah total konsumen yang dirugikan sekitar 155 ribu orang. Saat ini, katanya, maskapai tersebut memiliki jumlah total 101 armada pesawat dengan jumlah penerbangan per hari mencapai sekitar 600 penerbangan.