REPUBLIKA.CO.ID, BATAM - Batam, Provinsi Kepulauan Riau, akan menjadi "Kota Gas" pada 2018, saat seluruh kebutuhan energi di wilayah itu menggunakan bahan bakar gas, mulai dari listrik, industri, rumah tangga hingga transportasi.
Hal itu dikatakan Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani usai menghadiri sarapan pagi bersama masyarakat Kecamatan Batam Kota di Batam, Kepri, Ahad (22/2).
Penetapan Batam sebagai Kota Gas disepakati bersama oleh Pemprov Kepri dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam kunjungan Menteri Sudirman Said, akhir pekan lalu.
"Kota Gas, semua menggunakan gas. Mobil, industri, rumah tangga pakai gas, sehingga tidak ada lagi yang menggunakan bensin, solar," kata Gubernur.
Pelaksanaan Kota Gas harus menunggu pengaliran gas dari sumur Gajah Baru di Natuna ke Batam, yang rencananya selesai pada 2017.
Gubernur menyatakan dalam rapat tertutup bersama Kementerian ESDM, hak-pihak terkait sepakat untuk segera membangun jaringan pipa sepanjang 4,5 km dari Pulau Pemping ke Batam. Dan pembangunan pipa itu membutuhkan waktu satu hingga dua tahun. Jika pipa itu sudah tersambung, maka gas dari sumur Gajah Baru akan mengalir ke Batam sebanyak 40 mmbtud.
Sebagai tahap awal, gas itu digunakan untuk pembangkit listrik tenaga gas milik PT Bright Pelayanan Listrik Nasional Batam di Tanjunguncang.
Untuk gas Domestik Market Obligation ke Kepri, Gubernur mengatakan pemerintah masih harus menyiapkan pengelolanya. Sedangkan untuk distribusi seluruhnya diserahkan kepada PT Perusahaan Gas Negara yang sudah memiliki infrastruktur jaringan pipa gas.
Sebelumnya di Batam, Menteri ESDM Sudirman Said menggadang Batam menjadi Kota Gas, setelah mayoritas energi yang digunakan di kota itu menggunakan bahan bakar gas. "Kami punya satu kesepakatan dengan Pak Gubernur, kami jadikan Batam sebagai kota gas dengan energi bersih," kata Menteri.
Saat ini, sebagian industri besar dan kecil di Batam sudah menggunakan bahan bakar gas. Sedangkan untuk kebutuhan rumah tangga, jumlah pelanggan yang dialiri relatif sedikit.