Selasa 17 Feb 2015 19:54 WIB

Larang Jadi PRT, Pemerintah Ditantang Sediakan Lapangan Kerja

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Dwi Murdaningsih
 Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1).  (Republika/Agung Supriyanto)
Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI Indonesia) menantang Presiden Indonesia Joko Widodo untuk menyediakan lapangan kerja dengan upah layak jika benar-benar melarang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) profesi pekerja rumah tangga (PRT) bekerja ke luar negeri.

Koordinator JBMI Indonesia Karsiwen mengaku kecewa ketika mendengar pernyataan itu. Padahal, kata dia, saat ini sedikitnya ada enam juta TKI di luar negeri dan 70 persen diantaranya berprofesi sebagai PRT. Namun jika memang aturan ini diterapkan, pihaknya tidak menolak. Namun mereka menetapkan syarat yang harus dipenuhi.

“Apakah pemerintah bersedia menciptakan lapangan kerja di Indonesia. Ciptakan dulu sistem (lapangan kerja) disini, tentunya dengan upah yang layak sehingga kami mampu memenuhi kebutuhan keluarga kami,” katanya kepada Republika, Selasa (17/2).

Ia menambahkan, pada dasarnya PRT tidak ada yang mau ke negeri orang dan jauh dari keluarga untuk bekerja. Semua pasti ingin bekerja dan berkumpul dengan suami atau keluarganya. Namun langkah itu terpaksa dilakukan karena jenjang pendidikan PRT yang rendah dan himpitan ekonomi. 

“Tetapi profesi PRT pun ternyata masih disalahkan. Kalau memang ada pernyataan melarang pengiriman PRT, apa pemerintah mau menyiapkan lapangan kerja, menyiapkan industrialisasi nasional dengan gaji layak?” katanya.

Selain itu, JBMI Indonesia meminta supaya pemerintah menyediakan jaminan sosial untuk PRT itu. Jika dua hal itu dipenuhi, kata dia, TKI tanpa diminta akan kembali ke Tanah Air dan memilih bekerja disini.

Namun jika pemerintah belum mampu mewujudkan dua syarat itu, pihaknya meminta supaya para buruh migran ini mendapat perlindungan. Termasuk segera meratifikasi konvensi ILO 189, mengimplementasikan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1990 dan segera mencabut UUPPTKILN no 39/2004. 

“Kemudian UUPPTKILN No 39/2004 itu segera diganti dengan UU Perlindungan sejati. Kami akan terus menuntut perbaikan kondisi untuk mendapatkan payung hukum yang melindungi buruh migran Indonesia dan keluarganya,” ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement