Selasa 17 Feb 2015 09:15 WIB
gugatan BG dikabulkan

Ini Dasar KPK Bisa Ajukan PK ke MA

Kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan saling bersalaman usai mengikuti jalannya sidang praperadilan pemohon Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). (Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kuasa hukum Komjen Pol. Budi Gunawan saling bersalaman usai mengikuti jalannya sidang praperadilan pemohon Komjen Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Akademisi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Charles Simabura, SH.MH memberikan dukungan terhadap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan praperadilam Komjen Pol Budi Gunawan (BG).

"Kami mendukung KPK untuk mengajukan PK terhadap putusan praperadilan," katanya dalam aksi keprihatinan Koalisi Masyarakat Sumbar (KMSB) yang digelar di depan Kantor Gubernur Sumbar Jalan Sudirman Padang, Senin malam (16/2).

Ia menambahkan dasar pengajuan PK adalah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hukum Hasil Pleno Kamar Mahkamah Agung (MA) Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Pengadilan.

Dalam surat edaran itu disebutkan, Peninjauan Kembali (PK) terhadap praperadilan tidak diperbolehkan, kecuali dalam hal ditemukannya indikasi penyelundupan hukum.

Dengan kejadian tersebut, maka PK dapat diajukan oleh KPK ke MA. Karena menurutnya terjadi indikasi penyelundupan hukum dalam praperadilan itu.

Ia mengatakan putusan praperadilan terhadap Komjen BG, dinilai berada di luar kewenangan hakim bersangkutan. Karena tak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam hukum acara pidana (Pasal 77 KUHAP).

Dimana Pasal 77 KUHAP telah menentukan, objek praperadilan yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan (huruf a), dan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (huruf b).

"Yang menjadi objek praperadilan adalah tentang penangkapan, penahanan, dan lain-lain sebagaimana disebutkan dalam KUHAP. Bukan penetapan status tersangka seseorang, tapi hakim dalam putusannya menerima gugatan itu," katanya.

Surat Edaran MA Nomo 4 Tahun 2014 dibuat berdasarkan Rapat Pleno MA yang diselenggarakan di Pusdiklat MA, pada Desember 2013. Pleno diikuti para Hakim Agung dan Panitera Pengganti Kamar Pidana, yang hasil kesepakatan bersamanya ditandatangani pada 28 Maret 2014.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement