Sabtu 14 Feb 2015 15:40 WIB

54 Ribu Anak TKI di Malaysia Kini Bisa Bersekolah

Rep: c84/ Red: Ani Nursalikah
Biaya pendidikan yang terus meningkat membuat orang tua bingung, antara memiliki dana darurat terlebih dahulu atau mulai mengejar dana pendidikan anak.
Foto: Yasin Habibi/Republika
Biaya pendidikan yang terus meningkat membuat orang tua bingung, antara memiliki dana darurat terlebih dahulu atau mulai mengejar dana pendidikan anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang 54 ribu anak Indonesia yang berada di Sabah dan Serawak, Malaysia untuk mendapatkan haknya mengenyam pendidikan mulai terbuka lebar.

Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan Perdana Menteri Malaysia Najib Bin Abdul Razak telah sepakat membuka Community Learning Centre (CLC) bagi anak-anak buruh migran Indonesia di area non ladang.

CLC sendiri merupakan lembaga pendidikan untuk anak Indonesia yang orang tuanya menjadi buruh perkebunan sawit di Malaysia.

Juru Bicara Kemenlu Armanatha Nasir mengatakan hal ini merupakan suatu kemajuan mengingat isu ini sudah berjalan sejak 10 tahun terakhir. Tata, sapaan akrabnya, mengatakan dari 54 ribu anak-anak Indonesia yang berada di wilayah tersebut, hanya 21 ribu yang menerima akses pendidikan.

Iqbal menambahkan dalam kunjungannya mendampingi Presiden Joko Widodo ke Malaysia pekan lalu, Menlu Retno Marsudi juga menjanjikan yang terbaik bagi anak-anak Indonesia disana terkait pendidikan.

Untuk itu, lanjutnya, Kemenlu akan menggandeng Kemendikbud merealisasikan kesepakatan. Kedua kementerian akan membuat semacam nota kesepahaman untuk mengimplementasikan izin tersebut.

CLC terus diperjuangkan Indonesia untuk memberikan hak pendidikan 12 tahun kepada anak-anak Indonesia disana. Iqbal mengatakan pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan untuk mendirikan sekolah asrama di Pulau Sebatik.

"Kita akan kirim sekitar 168 guru muda yang direkrut Kemendikbud kesana," ujar Iqbal dalam konferensi pers yang digelar di Kantor Kemenlu, Jumat (13/2).

Langkah ini dipandang sebagai kebijakan yang baik mengingat Pulau Sebatik masih merupakan wilayah Indonesia dan dapat menerapkan kurikulum pendidikan Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement