REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) mengajukan uji materi (judicial review) cakupan muatan kurikulum pendidikan jasmani dan olahraga (penjaskes) dalam Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (sisdiknas) terhadap undang-undang dasar (UUD) 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (12/2).
Padahal, mata pelajaran penjaskes di UU tersebut dinilai belum mencakup materi pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) yang komprehensif sebagai cara untuk mencegah anak dan remaja menjadi korban kekerasan seksual.
Direktur Eksekutif PKBI Inang Winarso mengatakan sebenarnya negara telah menuangkan pemenuhan hak warga negara atas pendidikan ke dalam undang-undang (UU) Sisdiknas.
Namun, kata dia, pendidikan yang diberikan belum memasukkan materi kesehatan reproduksi secara utuh melainkan hanya sekadar pengetahuan.
"Padahal, Negara juga punya kewajiban untuk meningkatkan afeksi dan keterampilan anak didik. Bukan sekadar kemampuan kognitif, sehingga mereka mampu menjaga diri dan lindungi sesama atau orang lain dari tindakan kekerasan dan tidak melakukan eksploitasi terhadap teman," katanya usai mendaftarkan permohonan uji materi di MK, di Jakarta.
Di satu sisi, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan remaja rentang usia 13-18 tahun di Indonesia terus meningkat.
Berdasarkan Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan kekerasan seksual yang meliputi pelecehan seksual,perkosaan, pencabulan, hingga pemaksaan anak Indonesia selama tahun 2010 hanya 859 kasus.
Setahun berikutnya melonjak menjadi 1.455 kasus. Kemudian pada 2012 naik menjadi 1.634 kasus dan di awal tahun 2013 saja sudah terjadi 724 kasus kekerasan seksual.
"Kalau dirata-rata sebanyak 100 anak mengalami kekerasan seksual dalam bulan," ujarnya.
Tren peningkatan kekerasan seksual terhadap bangsa itulah yang membuat pihaknya mengajukan judicial review cakupan muatan kurikulum penjaskes dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sisdiknas terhadap UUD 1945.
Menurutnya, pemberian materi kesehatan reproduksi yang komprehensif di sekolah adalah salah satu faktor penting dalam pencegahan kekerasan seksual. Namun, karena belum ada jaminan hukum terhadapnya maka belum semua sekolah memberikan informasi lengkap tentang kespro.
"Untuk itu, diharapkan pendidikan kespro masuk kurikulum nasional dan diberikan berjenjang sejak sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA)," katanya.
Namun dia menegaskan materi Kespro bukanlah mendidik untuk berhubungan seks sebelum pernikahan melainkan mengajari untuk mengenali tubuh anak dan remaja bersangkutan. Tidak hanya bagian tubuh seperti panca indra seperti hidung, telinga, tetapi juga alat kelamin.
Selain memperkenalkan tubuh, kata dia, materi Kespro juga memberi pengetahuan membedakan sentuhan aman dan sentuhan tidak aman yang dilakukan orang lain di alat vital yang sensitif. Hingga pengetahuan pemaksaan hubungan intim yang bisa berujung kekerasan seksual.
"Jadi, kespro ini menjadi peringatan dini bahwa sentuhan-sentuhan tidak aman atau pemaksaan itu bukan bentuk kasih sayang," ujarnya.