Rabu 11 Feb 2015 21:14 WIB

Makin Parah, Perusakan Sungai Harus Dihentikan

Rep: heri purwatas/ Red: Dwi Murdaningsih
 Dua warga Kampung Cikepuh, Cimarga, Lebak mengeruk pasir di Sungai Ciujung pada Kamis (21/3).
Foto: Antara
Dua warga Kampung Cikepuh, Cimarga, Lebak mengeruk pasir di Sungai Ciujung pada Kamis (21/3).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA  – Degradasi sungai di wilayah Kota Yogyakarta sangat cepat. Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII), Widodo Brontowiyono mengatakan hal itu berakibat kualitas air sungai yang melewati Kota Yogyakarta sangat rendah. 

Selain itu, sungai juga mengalami kerusakan fisik akibat banyaknya  bangunan dan erosi. Karena itu, degradasi kualitas sungai ini harus segera dihentikan. Degradasi ini disebabkan eksploitasi sungai oleh warga kota yang berlebihan. Degradasi sungai untuk kepentingan manusia kota ini tidak hanya terjadi di Kota Yogyakarta, tetapi juga menjadi fenomena kota-kota besar di Pulau Jawa.

Menurut Widodo, kompleksnya persoalan yang dihadapi sungai membuat banyak hot issue yang muncul di situ. “Kita hanya ingin agar pengelolaan sungai bisa maksimal, kewenangan tetap di pemerintah. Sekarang masyarakat memang sudah mengelola, tapi belum diwadahi secara hukum,” ujarnya.

Jika upaya ini berhasil, lanjut pakar air UII tersebut, diharapkan model kelembagaan ini bisa diterapkan untuk mengelola sungai di kota lain. Sebab persoalan yang dihadapi kota lain hampir sama. Dikatakan Wododo, saat ini,  banyak pihak memiliki kepentingan terhadap sungai sehingga menimbulkan banyak konflik, baik antar-warga maupun antara warga dan pemerintah. Fakta ini menurutnya menegaskan perlunya ada kepastian regulasi yang jelas agar konflik dapat terselesaikan dan tidak terjadi lagi di masa depan. “Untuk itu, dalam perencanaan masterplan, daerah sungai harus diperlakukan secara partisipatif,” katanya.

Ia mengakui, masih banyak pengelolaan sungai yang tidak efisien dan proaktif. Sehingga menimbulkan banyak pelanggaran yang terjadi terhadap sungai dan ironisnya tidak ada sanksi. Menjadi pemandangan sehari-hari, papar Widodo, di mana orang masih sering menganggap bahwa sungai adalah ‘tempat sampah yang besar’ dan menjadikannya sebagai halaman belakang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement