REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Sejumlah kelompok ternak di Provinsi Kalimantan Timur akan menerima bantuan sapi bibit dan indukan sebanyak 21.117 ekor. Bantuan itu merupakan salah satu dari program Gertak Birahi yang diluncurkan Kementerian Pertanian mulai 2015.
"Program Gertak Birahi ini satu paket dengan program Inseminasi Buatan atau (GB-IB), karena begitu birahi betina muncul, langsung dilakukan kawin suntik atau IB," kata Kepala Dinas Peternakan Kalimantan Timur, Dadang Sudarya di Samarinda, Senin (9/2).
Kawin suntik merupakan teknik memasukkan sperma beku dari pejantan yang dicairkan ke dalam saluran alat kelamin betina, menggunakan alat khusus yang disebut "insemination gun" dengan maksud untuk memperbaiki mutu genetika ternak. Menurut Dadang, Gertak Birahi dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sekelompok ternak yang mengalami birahi dalam waktu yang bersamaan, sehingga mampu memudahkan dalam proses perkawinan yang dilakukan dengan teknik insemination gun.
"Pola ini diterapkan guna meningkatkan produktivitas sapi melalui gertak birahi. Untuk program IB ini, maka sapi betina harus yang sudah pernah melahirkan. Jika sapi belum pernah melahirkan, maka sapi betina tersebut bisa mati saat melahirkan," katanya.
Berdasaran pengalaman di Kalimantan Selatan, 40 persen sapi betina yang masih perawan mengalami kematian. Karena itu, sapi yang dilakukan IB harus yang sudah pernah melahirkan dua kali karena dianggap sudah berpengalaman. Sapi-sapi yang akan diterapkan pola IB di Kaltim adalah sapi indukan yang sudah pernah melahirkan, termasuk sapi bibit unggul sehingga hasilnya juga akan unggul.
Keunggulan penerapan pola IB adalah mampu menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan, dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik, mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding). Melalui peralatan dan teknologi yang baik, sperma dapat disimpan dalam jangka waktu lama karena semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun meskipun pejantannya telah mati.
Keunggulan lainnya adalah untuk menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar, termasuk untuk menghindari ternak dari penularan penyakit, terutama penyakit yang ditularkan dari hubungan kelamin jantan dan betina.