Selasa 03 Feb 2015 20:44 WIB

Tak Bisa Bayar DP Rp 2,7 Juta, Nyawa Bayi 10 Bulan Melayang

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Bayu Hermawan
Bayi tidur  (ilustrasi)
Foto: Antara
Bayi tidur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan Dede Kosasih Nugraha (30) dan Eva Permana, warga Perum Griya Asri, Kelurahan Cisereuh Purwakarta, harus kehilangan putra pertamanya Alfian Putra Nugraha, yang baru berusia 10 bulan setelah tak bisa mendapatkan perawatan di sebuah rumah sakit ibu anak di daerah Purwakarta.

Sampai saat ini, keluarga Dede masih kehilangan atas kepergian Alfian. Bocah yang lagi lucu-lucunya itu, meninggal dunia diduga akibat tidak bisa ditangani oleh tim medis di RSIA Asri. Seandainya, pegawai di rumah sakit swasta itu bisa memberikan pelayanan yang baik, mungkin nyawa Alfian masih bisa terselematkan.

"Tapi, saya sudah mengikhlaskan kepergian anak pertama kami," ujar Dede, dengan nada bicara terbata-bata, Selasa (3/2).

Dede menceritakan pada 13 Januari yang lalu, anaknya tersebut mengalami demam yang sangat tinggi. Tak hanya demam, Alfian juga terlihat kejang-kejang. Melihat kondisi itu, orang tua panik. Lalu membawa bayi 10 bulan itu ke rumah sakit terdekat. Kebetulan, rumah sakit terdekatnya RSAI Asri.

Jarak dari rumah ke rumah sakit itu tak sampai sekilometer. Makanya, keluarga memutuskan untuk memeriksakan Alfian ke rumah sakit tersebut. Kemudian, anak malang itu lalu di masukan ke UGD.

"Kata dokter jaganya, Alfian harus segera masuk ke ruang ICU," ucapnya.

Kemudian, pihak keluarga menuruti saran dari dokter jaga tersebut. Dengan harapan, anak tersebut bisa segera mendapat tindakan medis. Namun, sebelum Alfian di bawa ke ruang ICU, pihak administrasi dari rumah sakit tersebut meminta uang down payment (DP) atau dana awal sebesar Rp 2,7 juta. Pernyataan petugas adminitrasi itu, kemudian diamini oleh dokter jaga.

Jika tak ada uang DP itu, maka si anak tidak bisa masuk ruang ICU. Mendengar pernyataan itu, Dede langsung shock. Kemudian, dia meminta kebijakan ke pihak rumah sakit, untuk bisa memasukan dulu anaknya ke ruang ICU. Urusan biaya, dia sanggup membayar asalkan diberi waktu untuk mencarinya saat itu juga.

"Tapi, sayang pihak rumah sakit dengan entengnya bilang, kalau ada uang saat itu juga maka anak saya baru bisa masuk ruang ICU," katanya.

Ternyata, gara-gara belum ada uang DP tersebut, pihak rumah sakit tidak memberikan tindakan medis apapun pada Alfian. Bayi laki-laki itu, dibiarkan dengan kondisi demam dan kejang-kejang. Sampai beberapa jam kemudian, nyawa Alfian tak bisa diselamatkan lagi.

Dede mengaku, dirinya sangat kecewa dengan sikap dari pihak rumah sakit tersebut yang lebih mementingkan uang ketimbang keselamatan nyawa pasien. Seharusnya, ada toleransi dan kebijakan. Karena, kondisinya sangat darurat. Tapi, petugas rumah sakit itu diduga sudah kehilangan empatinya.

"Padahal, rujukan Jamkesda isteri saya itu ke RSIA Asri. Tapi, kenapa rumah sakit itu tak memberikan kelonggaran pada kami," ujar Dede.

Meskipun kasus itu telah berlalu tiga pekan yang lalu, namun Dede masih belum bisa melupakan perilaku dari pihak rumah sakit tersebut. Karena itu, Dede dan keluarga berencana akan menuntut rumah sakit swasta tersebut. Karena, dinilai telah memberikan pelayanan yang buruk pada masyarakat.

Secara terpisah, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengaku telah menerima laporan keluhan orang tua korban tersebut. Pihaknya, menyesalkan dengan tanggapan dari RSIA Asri. Seharusnya, rumah sakit itu tidak saklek memberikan prosedur kepada pasien gawat darurat.

"Harusnya pelayanan dulu yang dikedepankan. Kalau soal urusan administrasi, bisa ter-cover oleh Jamkesmas, Jamkesda dan Jampis (jaminan Purwakarta istimewa," ujar Dedi.

Pihaknya menilai, RSIA Asri ini bukan kali pertama ada masalah seperti ini. Sebelumnya, ada bayi yang ditahan gara-gara orang tua tak bisa membayar uang sebesar Rp 14 juta. Melihat kondisi ini, Dedi akan mengkaji ulang mengenai izin rumah sakit itu.

"Jika kedepan bermasalah lagi, izinnya bisa dibekukan," ujarnya.

Sementara itu, Humas RSIA Asri Purwakarta Dian Novi Setiawan, membantah bila pihaknya lebih menitikberatkan pada uang dp sebesar Rp 2,7 juta. Jadi, saat itu pihaknya tetap memberikan tindakan medis terhadap pasien Alfian. Yakni, dengan memberikan tindakan di ruang UGD.

"Kami tidak sekejam itu," ujarnya.

Akan tetapi, karena prosedur dari rumah sakit kalau ada pasien yang harus ditangani di ruang ICU, yakni harus ada uang titipan sebesar tiga kali lipat dari tarif kamar inap. Saat itu, pihaknya sudah memberikan toleransi kepada orang tua korban, untuk mencari uang titipan tersebut.

Namun, si bayi tetap mendapatkan tindakan medis di UGD. Akan tetapi, untuk memindahkan pasien dari UGD ke ruang ICU perlu ada observasi, maka bayi tersebut tidak bisa langsung dipindahkan. Setelah beberapa jam, baru bayi Alfian dipindak ke ruang ICU. Namun, di ruangan tersebut bayi malang itu menghembuskan nafas terakhirnya.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement