REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII), Muzzakir mengatakan, Budi Gunawan bisa menang dalam sidang praperadilan kasusnya jika Hakim menggunakan yuriprudensinya.
Menurut dia, dalam mengambil putusan hakim bisa mengacu pada Undang-undang yang ada maupun membuat penafsiran hukum sendiri. Membuat penafsiran hukum sendiri inilah yang disebut yurisprudensi hakim.
“Jika Hakim memenangkan gugatan BG artinya hakim menggunakan yurisprudensi-nya,” kata dia, Senin (2/2).
Sidang perdana praperadilan status tersangka Budi Gunawan sejatinya digelar hari ini. Namun sidang ditunda pekan depan karena Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai termohon tidak menghadiri sidang itu.
Muzzakir menjelaskan, praperadilan terkait status tersangka seseorang tidak diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jadi, kata dia, gugatan praperadilan yang diajukan BG itu kurang tepat.
Makanya, kata dia, jika Hakim memenangkan gugatan BG itu artinya Hakim membuat hukum baru dengan melakukan penafsiran hukum secara sendiri. ”Jadi hakim tak mengacu pada Undang Undang yang ada,” kata dia. Dalam konteks hukum di Indonesia, hal ini bisa dilakukan.
Kasus pra peradilan Budi Gunawan berawal dari penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK kepada dirinya. Budi Gunawan yang menjadi calon tunggal Kapolri dijadikan tersangka atas tuduhan memiliki rekening gendut.
Budi Gunawan akhirnya mengajukan gugatan pra peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menentukan status tersangka. Budi Gunawan merasa penetapan tersangka pada dirinya dipenuhi unsur politis.