Jumat 30 Jan 2015 18:47 WIB
Polri vs KPK

Sosiolog: Parpol Harus Belajar dari Kisruh KPK-Polri

Rep: C15/ Red: Bayu Hermawan
  Sejumlah aktivis melakukan aksi teaterikal menuntut KPK-Polri untuk damai di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/1).  (Antara/M Agung Rajasa)
Sejumlah aktivis melakukan aksi teaterikal menuntut KPK-Polri untuk damai di depan gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/1). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Musni Umar mengatakan kisruh antara Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), harus menjadi pelajaran dan peringatan bagi partai politik untuk bisa bertindak cerdas dalam melakukan kegiatan politiknya.

Menurutbya akar persoalan meruncinganya KPK dan Polri adalah ego sentral salah satu partai berkuasa di Indonesia yang mencalonkan pemimpin bermasalah. Jika partai bisa menjalankan fungsinya sebagai wadah rakyat, partai tidak mungkin mengajukan calon pemimpin yang bermasalah.

Karena rakyat bukanlah benda mati, berawal dari kesalahan pencalonan tersebut rakyat tak bisa tinggal diam. Gerakan sosial disebut Musni mengalir ketika kebijakan tidak sesuai dengan kedaulatan rakyat. Hal ini harus menjadi warning bagi partai politik untuk bisa bekerja sesuai kepentingan rakyat, bukan kepentingan golongan.

"Jika partai tidak pro rakyat, dampaknya adalah partai akan kehilangan kepercayaan di pemilu selanjutnya, rakyat saat ini saya kira sangat kritis menanggapi kebijakan pemerintah," ujar Musni, Jumat (30/1).

Musni menegaskan untuk partai politik bekerja sebagaimana mestinya. Bukan lagi hanya mengejar kekuasaan demi kepentingan golongan. Sebab, jika rakyat sudah tak percaya Parpol lagi, kehidupan demokratis di negara juga bisa goyah.

Ia juga mempertanyakan kerja DPR yang pada saat yang sama mensepakati satu nama yang bermasalah tersebut untuk maju menjadi Calon Kapolri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement