Selasa 20 Jan 2015 11:11 WIB

Catatan Kritis 100 Hari Poros Maritim (2)

 Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti menjelaskan perkembangan penangkapan kapal ilegal fishing dan transhipment di Jakarta, Senin (8/12). (Republika/Agung Supriyanto)
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti menjelaskan perkembangan penangkapan kapal ilegal fishing dan transhipment di Jakarta, Senin (8/12). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Bayu A. Yulianto

Minim Sinyal Positif

Slogan kerja, kerja, kerja yang menjadi motto dari Kabinet Kerja, nampaknya tidak berlaku dalam konteks membangun poros maritim. Hal ini dapat dinilai jika kita tilik sinyal-sinyal kebijakan apa saja yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing kementrian di bawah koordinasi Kemenko Maritim.

Pertama, Kementrian ESDM. Dalam seratus hari pertama bekerja, kementrian yang dipimpin oleh Sudirman Said ini seperti belum memiliki kerangka kerja yang jelas dalam mendorong terciptanya poros maritim.

Dari empat agenda besar Kementrian ESDM, yaitu migas, kelistrikan, minerba, dan energi baru terbarukan, serta konservasi energi, tak satupun sepertinya diarahkan untuk bisa memperkuat poros maritim. Mentri ESDM nampaknya belum memiliki panduan kerja yang jelas, bagaimana keempat hal itu diarahkan pada penguatan sistem logistik maritim yang meliputi sektor-sektor perikanan, energi, kargo dan angkutan publik, serta pertahanan dan keamanan.

Singkatnya, belum ada satupun sinyal kebijakan yang bisa menggambarkan bahwa kerja-kerja masa depan Kementrian ESDM yang berkontribusi terhadap upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kedua, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kementrian ini adalah satu dari sekian kementrian yang mentrinya memiliki popularitas tinggi. Meskipun di masa pemerintahan sebelumnya upaya penindakan illegal fishing dengan cara menenggelamkan kapal juga pernah dilakukan, tetapi hal itu tidak sefenomenal Mentri Susi Pujiastuti yang menyita perhatian publik, kendati dalam konteks mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, apa yang dilakukannya masih belum menjawab tantangan sebenarnya.

Pembangunan perikanan nasional yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan untuk mewujudkan kedaulatan pangan laut, nampaknya belum mendapat perhatian yang lebih besar.

Rencana melakukan modernisasi kampung-kampung nelayan di Indonesia masih belum terlihat secara jelas. Demikian juga dengan rencana pengembangan Sistem Logistik Ikan Nasional yang telah dimulai oleh pemerintahan sebelumnya, seperti belum mendapat perhatian dari Mentri Susi. Pemberantasan illegal fishing menyita sebagian besar energi KKP, sehingga belum mampu mengimplementasikan langkah-langkah kongkrit dalam mendorong Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Ketiga, Kementrian Pariwisata. Kementrian yang dipimpin oleh Arief Yahya ini dinilai belum menunjukkan sinyal yang positif terkait pembangunan pariwisata bahari Indonesia. Optimalisasi sumberdaya pesisir dan terumbu karang yang memiliki potensi pariwisata, nampaknya masih berada pada tataran wacana permukaan.

Rencana yang akan dijalankan untuk meningkatkan wisata bahari seperti diving, surfing, cruise, baru sebatas disampaikan dalam forum-forum diskusi, dan belum sampai dalam satu rencana tindakan yang sifatnya lebih konkrit, termasuk kebijakan yang bisa mendukung tumbuhnya pasar pariwisata bahari dan sasaran lokasi pengembangan pariwisata bahari yang sedemikian.

Dengan kondisi yang seperti ini, dukungan sektor pariwisata bagi rencana pembangunan poros maritim dinilai masih sangat lemah.

Keempat, Kementrian Perhubungan. Kementrian yang dipimpin Ignasius Jonan ini adalah kementrian yang dianggap dapat segera menyelesaikan persoalan transportasi di Indonesia. Prestasi Jonan semasa mengelola PT. KAI dianggap modal penting untuk bisa menyelesaikan carut marut persoalan transportasi di Indonesia.

Sayangnya, musibah kecelakaan Air Asia membuat konsentrasi Kementrian Perhubungan dalam mendorong konektivitas maritim dengan pengembangan tol laut nampaknya harus ditunda terlebih dahulu. Pada tataran rencana, kementrian ini sebenarnya jauh lebih siap dalam mewujudkan janji poros maritim Jokowi, karena di masa pemerintahan sebelumnya, mereka telah memiliki konsep pendulum nusantara, yang sedikit banyak memiliki kemiripan dengan kehendak membangun konektivitas maritim di Indonesia.

Dibutuhkan konsentrasi yang lebih besar dari Kementrian Perhubungan untuk dapat melakukan modernisasi pelabuhan dan kapal-kapal angkut, baik manusia maupun barang.

Catatan penting lainnya yang mungkin baik untuk diperhatikan adalah kemungkinan mengembangkan jalur-jalur perintis laut untuk menghubungkan pulau-pulau kecil di Indonesia yang hanya bisa dijangkau dengan menggunakan kapal ataupun pesawat kecil. Untuk saat ini, inisiatif menuju poros maritim dari Kementrian Perhubungan dinilai masih sangat minim.

Kondisi yang paling memprihatinkan justru berada pada kementrian yang menjadi koordinator dari kehendak pemerintah mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Kemenko Kemaritiman nampaknya menjadi kementrian koordinasi yang sama sekali tidak memiliki kapasitas untuk bisa melakukan proses koordinasi.

Hal ini dikarenakan kementrian ini adalah lembaga baru yang belum mendapat alokasi pendanaan dari APBN sebelumnya. Sampai saat ini, kantor dari kementrian ini masih menumpang pada BPPT sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Struktur organisasi yang belum jelas juga menjadi kendala bagi kementrian yang dipimpin oleh Indroyono Soesilo dalam melakukan koordinasi kepada kementrian yang ada di bawahnya. Kalau mau serius dalam mendorong agenda poros maritim, seharusnya, persoalan seperti ini dapat diselesaikan dalam masa seratus hari pemerintahan Jokowi.

Penulis adalah pengajar Sosiologi Maritim di Program Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan (Unhan).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement