REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menegaskan eksekusi mati yang dilakukan pada terpidana mati kasus narkoba untuk memberi pelajaran pada bandar narkoba. Sebab, eksekusi mati ini hanya diberlakukan pada bandar narkoba yang sudah memiliki ketetapan hukuman mati. Sedangkan bagi korban pengguna narkoba hanya direhabilitasi.
Yasonna mengatakan eksekusi hukuman mati inipun dilaksanakan setelah Peninjauan Kembali (PK) serta grasi sudah ditolak. Eksekusi mati pada terpidana mati kasus narkoba ini harus dilakukan demi kepastian hukum. "Ini untuk menimbulkan efek jera," kata Yasonna di kompleks parlemen, Senin (19/1).
Yasonna menambahkan keputusan pemerintah tetap melakukan eksekusi pada terpidana mati kasus narkoba. Meskipun, beberapa negara sahabat sudah meminta pengampunan pada Presiden Joko Widodo untuk salah satu warga negaranya.
Ia menegaskan tidak khawatir dengan protes dari negara Brazik dan Belanda atas eksekusi mati terpidana kasus narkoba. Sebab, negara Singapura juga menerapkan hukuman yang sama. Hasilnya, tidak ada yang protes karena negara lain sudah setuju.
Di Indonesia juga masih mengenal hukuman mati sebagai hukum positif. Sedangkan di Belanda sudah tidak mengenal hukuman mati. "Di MK juga, MK memutuskan masih konstitusional," imbuh Yasonna.
Yasonna menambahkan, hukuman mati juga dapat diberlakukan pada koruptor. Namun, hukuman mati pada kasus korupsi ini tidak diberlakukan pada semua kasus. Hanya diberlakukan pada korupsi untuk bencana alam. "Tetapi belum ada yang kita lihat korupsi seperti ini," kata Yasonna.