REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik serta bencana tsunami yang terjadi di Aceh ternyata telah memberikan dampak negatif kepada perkembangan emosi anak yang ada di lokasi tersebut. Psikolog Poppy Amalya menemukan anak-anak yang mengalami berkebutuhan khusus di wilayah Aceh itu tak lepas dari dua faktor tersebut.
''Dari hasil kajian saya selama di Aceh pascatsunami, saya menemukan anak-anak yang terlahir dari ibu yang hidup di tengah konflik ternyata banyak melahirkan anak dengan kebutuhan khusus (ABK). Mulai dari down syindrom, autis, epislepsi sampai mengalami cacat fisik lainnya,'' kata Poppy kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (17/1).
Lebih mengagetkan Poppy, semasa melakukan pendampingan kepada warga Aceh pada rentang 2007 ternyata ia menemukan fakta dari lima rumah di Aceh itu ternyata ada satu rumah diantaranya yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Poppy mengaku belum melakukan kajian secara komprehensif terhadap temuan tersebut. ''Saya tak ada melakukan riset secara akademis. Tetapi Aceh itu pernah dilanda konflik selama 35 tahun. Dampak dari konflik yang berkepanjangan tersebut ternyata sangat buruk untuk anak-anak, termasuk juga pada saat terjadinya tsunami,'' kata wanita yang kini mengelola biro psikologi Psikodinamika ini.
Lantas berangkat dari keprihatinan melihat anak-anak korban konflik dan tsunami Aceh itu, Poppy kemudian terpanggil untuk membangun usaha nyata untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus di tanah kelahirannya tersebut. Ia kemudian mendirikan Yayasan Amanah Kamome dan sekolah ABK My Hope. Melalui dua lembaga ini Poppy berupaya memberikan kemampuannya sebagai seorang motivator psikologi bagi anak-anak Aceh.
''My Hope ini merupakan sebuah sekolah alternatif bagi Anak Berkebutuhan Khusus, dengan penerapan metode ABA (Apply Behaviour Analysis). Ini sebuah metode yang terbukti paling berhasil di dunia menjadikan anak autis meninggalkan dunia autisnya,'' klaim mantan pramugari Garuda Indonesia ini.