REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat Hukum dari Universitas Nusa Cendana Kupang Dr Johanes Tubahelan berpendapat penetapan Komjen Budi Gunawan menjadi calon Kapolri merupakan sebuah ujian berat bagi Presiden Joko Widodo dalam menegakkan supermasi hukum di Indonesia.
"Keputusan sekarang hanya ada ditangan Presiden Jokowi untuk melantik atau tidak Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri setelah DPR bersepakat menyetujui usulan pemerintah soal calon tunggal kapolri tersebut," katanya di Kupang, Sabtu.
Mantan Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTT-NTB mengemukakan pandangannya tersebut ketika ditanya status hukum calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang telah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kepemilikan "rekening gendut".
Menurut dosen hukum administrasi Fakultas Hukum Undana Kupang itu, Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan secara matang untuk melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri, karena hal itu pasti akan mendapat reaksi hebat dari masyarakat.
"Revolusi mental yang didengungkan Presiden Jokowi serta sikapnya yang anti korupsi, pasti akan menjadi pertanyaan masyarakat jika Jokowi sampai akhirnya harus melantik Budi Gunawan menjadi kapolri," katanya.
Komjen Budi Gunawan sudah jelas-jelas dinyatakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus kepemilikan "rekening gendut", sehingga dipandang tidak layak untuk menduduki suatu jabatan dalam pemerintah.
KPK sudah memberi catatan "merah" kepada Presiden Joko Widodo saat nama Komjen Budi Gunawan masuk dalam daftar calon menteri kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Sebenarnya catatan merah dari KPK itu menjadi pegangan Presiden Jokowi dalam memilih seorang calon kapolri, meski kita tahu bahwa tekanan eksternal cukup kuat untuk menggolkan Komjen Budi Gunawan menjadi kapolri," ujarnya.
Menurut dia, keputusan presiden untuk menunda melantik Komjen Budi Gunawan merupakan sebuah pilihan politik yang sangat santun, meski cukup memberi "rasa sakit" kepada pihak-pihak yang menghendaki mantan ajudan Presiden Megawati itu sebagai kapolri.
Tubahelan mengatakan Presiden Jokowi sebenarnya tidak perlu terburu-buru menganti pucuk pimpinan Polri, karena Jenderal Sutarman masih lama purna tugas dari masa dinasnya sebagai anggota Polri.
Ia menambahkan, masih banyak jenderal yang mempunyai intergritas dan moral yang mumpuni untuk ditunjuk menjadi kapolri, sekalipun Komjen Budi Gunawan memiliki reputasi yang cukup bagus dalam karirnya sebagai anggota Bhayangkara negara.
"Namun, sayangnya jenderal polisi bintang tiga itu sedang dirundung masalah hukum, sehingga kurang terlalu pantas jika presiden melantiknya untuk memimpin sebuah institusi penegakan hukum," katanya.
Tubahelan menambahkan kasus Komjen Budi Gunawan menjadi sebuah batu sandungan dalam menguji integritas Jokowi sebagai seorang kepala negara yang anti korupsi dan pencetus revolusi mental bagi bangsa ini.