Sabtu 17 Jan 2015 07:15 WIB

KNPI: Lebih Penting Cari Pengganti Busyro daripada Kapolri Baru

Busyro Muqoddas
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Busyro Muqoddas

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR-- Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Malaysia memandang bahwa Presiden Joko Widodo masih punya cukup waktu untuk melakukan proses pergantian Kapolri mengingat Jenderal Sutarman masa baktinya masih hingga bulan oktober 2015.

"Justru yang mendesak itu sekarang adalah proses pergantian ditubuh KPK itu sendiri untuk mencari penganti Bapak Busyro Muqodas, sehingga anggota KPK bisa lengkap," kata Ketua Badan Perwakilan KNPI Malaysia, Sagir Alva di Kuala Lumpur, Jumat (16/1).

Menurut dia, selain Komjen Budi Gunawan, masih ada beberapa nama lain yang bisa diajukan oleh Presiden sebagai calon Kapolri sesuai nama-nama telah diusung oleh Kompolnas.

Sagir mengatakan, pengiriman nama calon Kapolri ke Komisi III DPR, sebaiknya tidak satu nama, namun ada beberapa nama, sehingga komisi III juga mempunyai beberapa pilihan dan tidak cenderung untuk sekedar menjadi tukang cap stempel dari Presiden.

 

Pandangan Ketua KNPI Malaysia ini sejalan dengan beberapa hari terakhir ini. Masyarakat Indonesia disuguhi oleh suatu berita terkait pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri untuk menggantikan Jenderal Sutarman.

Terkait hal tersebut, ungkap dia, proses yang sedang berlangsung ini haruslah dapat ditangani dengan cepat, baik dan bijaksana oleh Presiden Jokowi. "Sebab, jika tidak ditangani dengan baik berpotensi menjadi cicak vs buaya jilid 2," tegasnya.

Selain itu, proses pengambilan keputusan yang berlarut-larut juga akan menyebabkan proses penegakan hukum untuk menangani korupsi sedikit banyak juga akan terganggu. "Melihat situasi yang berkembang, sebaiknya Presiden Jokowi membatalkan pencalonan Komjen Budi Gunawan menjadi calon Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman," harapnya.

Hal ini tentu tidak terlepas dari status yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Menurut dia, proses pembatalan ini bukan berarti Presiden tidak menjunjung azas praduga tidak bersalah, serta tidak menghormati proses penyaringan di Kompolnas dan uji kepatutan dan kelayakan di komisi III DPR RI.

sumber : Antara

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement