Rabu 14 Jan 2015 14:42 WIB
Budi Gunawan tersangka

Ini Dua Langkah yang Harus Diambil Pemerintah Terkait Budi Gunawan

 Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan berbicara kepada media usai melakukan pertemuan dengan DPR dikediamannya, Jakarta, Selasa (13/1).  (Republika/Tahta Aidilla)
Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan berbicara kepada media usai melakukan pertemuan dengan DPR dikediamannya, Jakarta, Selasa (13/1). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah perlu mengambil dua langkah terkait penetapan calon Kapolri Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata pengamat politik dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, Leo Agustino.

"Pertama, menunggu keputusan DPR (terkait pencalonan Budi Gunawan) atau kedua, mendiskusikan hal ini dengan KPK dan PPATK," kata Leo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/1).

Hal itu, kata dia, perlu untuk mengekalkan harapan rakyat atas Presiden Jokowi yang hendak menegakkan hukum serta membangun pemerintahannya secara nontransaksional. "Dan sikap inilah yang dinantikan oleh rakyat atas kepemimpinan Jokowi saat ini," ujarnya.

Atas dinamika tersebut lembaga kepresidenan seharusnya bersikap tegas dalam menyikapi hal ini. Maksudnya, kata dia, biarlah fit and proper test DPR yang kemudian menentukan layak atau tidaknya Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Selain itu, Presiden(Joko Widodo,red) harus menegakkan asas praduga tak bersalah kepada siapa pun termasuk Budi Gunawan sebab sangkaan KPK belum sampai dakwaan ataupun dakwaan tetap," kata Leo.

Di samping itu, DPR pun harus memainkan peran sentral juga. DPR perlu meninjau kembali jejak rekam Komjen Pol Budi Gunawan, bahkan kalau perlu melakukan audiensi dengan KPK dan PPATK untuk membuktikan kebenaran data yang dimiliki oleh kedua lembaga tersebut.

Setelah mendapatkan informasi dan keterangan lengkap, kata dia, barulah DPR mengambil sikap. Mekanisme 'checks and balances' itulah yang hendak dibangun di Indonesia. "Tujuannya agar lembaga kepresidenan tidak memiliki 'kekuasaan tidak terkontrol' seperti masa Orde Baru. Karena itulah, DPR harus bersikap netral dan menjunjung nilai-nilai kenegarawanan agar polemik ini tidak berlarut-larut," jelas Leo.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement