Senin 12 Jan 2015 11:47 WIB

Pemerintah Respons Positif Usulan Pembentukan Satgas Agraria

Demo menuntut pembebasan aktivis Eva Bande.
Foto: Antara
Demo menuntut pembebasan aktivis Eva Bande.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis dan pejuang agraria asal Sulawesi Tengah Eva S. Bande mengatakan pemerintah merespons positif usulan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus Penyelesaian Konflik Agraria yang diajukan aktivis 98 dan ormas Posko Perjuangan Rakyat (Pospera).

"Kongres I Pospera di Palu, Sulawesi Tengah pada 7-9 Januari 2015 lalu menghasilkan langkah signifikan dalam perjuangan masyarakat mendapatkan keadilan agraria," ujar Eva melalui siaran pers di Jakarta, Senin (12/1).

Menurut dia, Sekretaris kabinet Andi Widjajanto selaku perwakilan presiden yang hadir dalam kongres merespon positif usulan pembentukan Satgas khusus Penyelesaian Konflik Agraria.

Dia mengatakan respon positif itu harus dimaknai sebagai langkah maju dan progresif pemerintahan Joko Widodo. Karena sebelumnya rezim terdahulu menurut dia, tidak pernah menyentuh level penyelesaian konflik agraria dan hanya berkutat di berbagai rencana tanpa implementasi.

Eva yang merupakan aktivis perempuan penerima Grasi Presiden menuturkan, bahwa Andi Widjojanto yang menghadiri Kongres I Pospera mewakili presiden secara terbuka telah meminta agar aktivis PENA 98 dan Pospera mengajukan konsep utuh mengenai struktur dan mekanisme penyelesaian konflik yang nantinya akan dijalankan oleh satgas tersebut.

"Prinsip-prinsip, konsep, kewenangan, dan mekanisme perangkat kerja kepresidenan untuk penyelesaian konflik-konflik agraria sedang dipersiapkan," ujarnya.

Dia membeberkan, sesuai pembicaraan dan kesepakatan dengan Andi, maka pada tanggal 18 Januari nanti Pospera, Pena'98, serta sejumlah aktivis agraria yang mengawal isu-isu agraria akan menyerahkan sekaligus membahas konten perangkat kerja kepresidenan tersebut, sebelum diserahkan kepada presiden untuk ditindaklanjuti.

Menurut Eva, posisi satuan tugas tersebut akan sangat penting dalam penyelesaian konflik agraria di seluruh Indonesia. Satgas tersebut akan menjadi perangkat kerja yang memiliki kewenangan khusus untuk menyelesaikan konflik-konflik agraria.

Dia menjelaskan, pada umumnya kasus-kasus agraria sejauh ini terjebak ditengah arus kepentingan lintas sektor yang strategis, seperti perkebunan, pertanahan, pertambangan, pertanian, kehutanan dan sebagainya dengan alas perundangan yang berbeda dan tumpang tindih yang masing-masing diurus oleh suatu kementerian yang sering saling tanduk.

"Karena itulah dalam penyelesaian kasus paling sering kita terbentur kemelut ego-sektoral ini. Maka itu, sangat penting dipikirkan, status dan fungsi perangkat kerja kepresidenan berbentuk satgas ini," kata dia.

Eva memandang, satgas ini nantinya dapat berfungsi sebagai sebuah institusi atau lembaga dengan kewenangan-kewenangan tertentu dan kuat untuk menyelesaikan konflik agraria baik di level kebijakan (lintas sektor) maupun di lapangan (kasus).

"Dalam kaitan ini, maka perangkat kerja itu adalah perpanjangan tangan presiden, atau delegasi presiden untuk mengangkat derajat rakyat mencapai kedaulatan rakyat sejati, presiden dengan demikian adalah pemangku kedaulatan rakyat," terang dia.

Dia menambahkan, karena pentingnya peran satgas tersebut dalam penyelesaian konflik agraria, maka harus dikemas sebaik-mungkin dan terbebas dari kepentingan yang belum sepenuhnya bersih di pemerintahan baru.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement