REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Pilihan game yang dimainkan anak, seolah masalah sepele. Padahal, masalah tersebut dapat tertanam hingga ke dalam alam bawah sadar anak, dan menjadi perilaku.
Untuk itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang konsen di bidang Anak, LBH-Anak Aceh memperingatkan para orang tua agar memproteksi anak dari game yang dapat mengganggu anak.
Anak yang memainkan game yang tidak mendidik dalam jangka waktu lama, akan mengalami beberapa masalah.
“Sejumlah efek juga bakal muncul pada anak di antaranya : masalah sosialisasi, komunikasi, dan empati si anak dengan orang lain sekitarnya,” ujar Manager Program LBH-Anak, Rudy Bastian melalui rilisnya, Senin (12/1).
Kondisi ini, kata Rudy memicu agresivitas anak sekaligus terkikisnya hubungan sosial anak terhadap kondisi sekeliling. Kondisi anak akan diperparah ketika candu terhadap game online tidak tersalurkan lantaran masalah ekonomi.
Ia mencontohkan, si anak tadi tidak mempunyai uang untuk bermain. “Bisa jadi dia akan mencuri dan memalak kawannya guna bisa mendapatkan uang untuk dapat terus bermain game online tersebut,” kata dia.
Lebih lanjut Rudy menjelaskan, bermain game online identik dengan duduk berjam-jam di depan komputer atau pun laptop dengan memainkan game-game tertentu yang membuat anak keasikan.
Rudy menyebut delapan Game Online sebagai game yang yang dapat merusak perkembangan. Sebab game ini dapat mengarahkan anak melakuka tindakan kekerasan dan asosial.
“Ada delapan game yang saat ini berbahaya bagi anak, yakni: Point Blank, Counter Strike, World of Warcraft, Call of Duty, RF Online, AION, Gunbound, dan Lost Saga,” kata dia.
Ia mengatakan, nuansa perang-perangan, perkelahian, pembantaian etnis, perang antar suku, dan bahkan pembunuhan sadis terhadap siapapun yang dianggap lawan dapat ditiru anak secara spontan. Padahal di sisi lain, anak, menurut dia, selalu berusaha menirukan perilaku yang dilihat.