REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG -- Dinas Perhubungan berencana menetapkan kebijakan tarif batas atas dan batas bawah untuk angkutan umum di seluruh Indonesia. Namun rencana itu membingungkan masyarakat pengguna transportasi angkot.
Susilowati (27), penumpang angkot 01 jurusan Cengkareng-Kalideres-Cikokol menyatakan tidak sepakat terkait kebijakan ini. Karyawan swasta ini berpendapat, penetapan tarif angkot yang berubah-ubah tiap bulan membuat ketidakjelasan bagi para penumpang.
"Bisa saja nanti supir angkotnya memahalkan tarif angkot," ujarnya. Ia berharap meski harga premium saat ini fluktuatif, tetapi untuk tarif angkot jangan ikut ikut fluktuatif juga. "Masa iya kita para pengguna angkot harus update harga minyak dunia," ujar dia, Jumat (9/1).
Pendapat senada disampaikan Sumiyati (29), penumpang angkot A03A jurusan Perumnas Lippo. "Kalau harga berubah rubah nanti takutnya bisa mahal, kan mengikuti harga minyak dunia," ujar dia. Menurutnya, tarif angkot yang berubah-ubah akan membuat masyarakat kesulitan mengatur pengeluaran.
"Saya kan hanya buruh, jadi takutnya perubahan harga setiap bulan memberatkan keuangan saya," ujar dia.
Ketidakpuasan akan rencana Dishub tersebut datang dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Tangerang. Ketua Organda Tangerang, Edi Lubis mengaku tidak sepakat dengan kebijakan Dishub. "Nanti mengaturnya di tataran sopir akan sulit," ujarnya saat ditemui terpisah, Jumat (9/1).
Ia menyatakan, komponen harga BBM hanya satu dari 10 komponen penentu tarif angkot. "Ada komponen penentu tarif angkot lainnya seperti onderdil angkot, ban, dan lain-lain," ujar dia.
Edi menyebutkan jika harga BBM dijadikan satu-satunya patokan dalam menentukan tarif angkot, berarti kebijakan tersebut mengesampingkan sembilan komponen yang lain.