Rabu 31 Dec 2014 02:10 WIB

Kemenaker Susun Aturan Perlindungan PRT

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri (baju putih).
Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri (baju putih).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indonesia tengah menyusun peraturan mengenai perlindungan bagi pekerja rumah tangga (PRT).  Saat ini rancangan peraturan tersebut sedang berada di Kementerian Hukum dan HAM untuk dilakukan harmonisasi dengan peraturan lainnya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Indonesia, M Hanif Dhakiri mengatakan, adanya aturan itu diharapkan dapat meminimalisasi kasus kekerasan dan penipuan bahkan pembunuhan terhadap para pekerja informal tersebut seperti yang terjadi di Medan, Sumatra Utara, dan Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

‘’Idealnya kita punya Undang Undang (UU) perlindungan pembantu rumah tangga tapi itu akan makan waktu lama, jadi kita buat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan terkait pekerja rumah tangga,’’ katanya saat Konferensi Pers Akhir Tahun 2014, di Jakarta, Selasa (30/12) sore.

Hanif mengatakan, secara garis besar peraturan itu akan mengatur hak dan kewajiban para pekerja rumah tangga serta hal dan kewajiban para majikan. Namun, peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker) Indonesia yang mengatur perlindungan terhadap hak PRT itu tetap menghormati kultur dan konvensi yang berlaku di tengah masyarakat.

Hanif menjelaskan, poin utamanya dari permenaker adalah mengatur hak-hak PRT seperti tunjangan hari raya (THR), hak untuk cuti, hak untuk didaftarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan lainnya. 

‘’Permenaker ini  juga akan mengatur mengenai izin operasional dan pengawasan terhadap lembaga penyalur PR,’’ ujarnya.  

Namun, dia melanjutkan, aturan itu tidak akan secara kaku menentukan besaran upah minimal bagi pembantu rumah tangga dan akan diserahkan kepada kesepakatan antara pemberi kontrak dan penerimanya. Namun, ia ingin gajinya disesuaikan dengan beban kerjanya saja.

Pihaknya mengaku tidak bisa terlalu kaku dalam menentukan aturan upah ini karena tidak ingin menutup kesempatan kerja. Kedepannya, pihaknya akan menyusun UU tentang pekerja rumah tangga ini agar kasus-kasus seperti di Medan maupun sebelumnya di Bogor tidak terjadi lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement