Selasa 30 Dec 2014 18:22 WIB

PPATK Desak Pengusutan Rekening Mencurigakan Sejumlah Kepala Daerah

PPATK (ilustrasi)
PPATK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mendesak agar penegak hukum mengusut rekening mencurigakan sejumlah kepala daerah berdasarkan laporan yang sudah diserahkan.

"Laporan pemeriksaan ini lebih dalam sesungguhnya, ini yang kami katakan tidak ada alasan penegak hukum tidak menindaklanjuti, minimal dari sisi pajaknya kalau mereka tidak mau lihat dari crime-nya," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf dalam konferensi pers di gedung PPATK Jakarta, Selasa.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK, ada 8 kepala daerah dan 1 Badan Usaha Milik Daerah yang diduga terkait dengan bupati yang memiliki transaksi keuangan mencurigakan senilai lebih dari Rp1 triliun.

"Gubernur itu ada 2 orang yang nilainya sekitar Rp200 miliar, tapi kita tidak tahu nilai di balik itu berapa, lalu ada 6 orang bupati dengan total transaski ada Rp 500 miliar kemudian BUMD ada 1 yang nilainya mencapai Rp300 miliar," tambah Yusuf.

Hasil pemeriksaan tersebut seluruhnya telah disampaikan kepada penyidik sesuai dengan kewenangan masing-masing.

"(Yang diserahkan) ke Kejaksaan Agung ada 2 gubernur dan 1 bupati,yang (diserahkan) ke polisi ada 1 yang cukup besar, tapi bukan semata-mata angkanya tapi profesi kepala daerah itu seharusnya jadi panutan," ungkap Yusuf.

Yusuf juga mengungkapkan sejumlah modus yang dilakukan oleh para kepala daerah berdasarkan pemeriksaan yang dlakukan oleh timnya.

"Ada kepala daerah yang punya perusahaan di bidang pertanian, harapannya orang akan melihat dia (terima uang) dari perusahaannya, tapi kan tidak mungkin uang masuk setiap waktu selain masa panen," ungkap Yusuf.

Modus lain adalah menutupi uang gratifikasi sebagai pinjaman untuk perusahaan miliknya."Terungkap ada setoran-setoran dari perusahan-perusahaan yang pernah beroperasi di daerahnya, ada juga yang mendapat 'fee' dan gratifikasi dari luar negeri tapi dikemas dalam bentuk 'loan', pinjaman, begitu dicek ternyata perusahaannya tidak ada," ungkap Yusuf.

Selanjutnya, cara lain untuk menutupi transaksi mencurigakan adalah dengan mencicil gratifikasi di beberapa bank.

"Kemudian menerima suap dalam bentuk 'cash' yang dicicil di bank A sekian, di bank B sekian, lalu ada di rekening istrinya, padahal istrinya rumah tangga," jelas Yusuf.

Sedangkan penggunaan BUMD adalah untuk menutupi kepentingan komisari BUMD tersebut yang merupakan kepala daerah di provinsi tersebut.

"BUMD, dan sebenarnya ada juga perusahaan milik negara yang masing-masing tidak sama modusnya, ada BUMD digunakan untuk kepentingan sang komisaris. Kami bisa tahu saat bertanya ke komisaris yang baru," ungkap Yusuf.

Selain itu ada juga kolusi antara perusahaan dengan anggota parlemen untuk mendapatkan pinjaman dari bank.

" Ada juga perusahaan milik negara yang membutuhkan modal, misalnya perusahaan pupuk butuh modal banyak lalu mengajukan kredit ke bank tertentu, supaya bank mau maka melobi ke parlemen supaya mendapak dukungan, kita tahu karena ada aliran dana ke angota parlemen tadi," ungkap Yusuf.

Sebelumnya diberitakan bahwa PPATK sudah memberikan laporan pemeriksaan sejumlah kepala daerah kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Widyo Pramono antara lain Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Berdasarkan data laporan kekayaannya di Komisi Pemberantasan Korupsi, Nur Alam memiliki harta senilai Rp31,165 miliar.

Sedangkan laporan yang diserahkan ke KPK adalah laporan mengenai mantan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.

Fauzi Bowo terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 14 Maret 2012 setelah menyelesaikan jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2007-2012 dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp 59,39 miliar dan 325.000 dollar AS.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement