REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kriminolog Universitas Indonesia, Muhammad Mustofa, mengimbau jangan sampai ada motif monopoli bisnis dibalik kasus perampokan penumpang taksi yang terjadi beberapa waktu lalu. Sebabnya, hal ini tentu akan mencederai bisnis transportasi di Indonesia.
Menurutnya, kasus perampokan tersebut terjadi karena adanya persaingan yang tidak sehat. Sementara itu, pemda setempat kurang mengawasi perusahaan transportasi dengan baik. "Saya kira disini ada lemahnya pengawasan pemda," imbuh. Mustofa, saat dihubungi, Selasa (23/12).
Kalaupun ada persaingan, menurutnya harus terjadi dengan fair. Jangan sampai diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang negatif. Apalagi, jika tindakan negatif sengaja ditempuh untuk merusak citra pihak tertentu. Kemudian target utamanya adalah monopoli bisnis taksi. "Ini tentu tidak benar," jelasnya.
Adalah lumrah jika korporasi ingin mengembangkan sayapnya dengan menjangkau konsumen lebih banyak. Namun demikian, hal ini tidak bisa dibenarkan bila ditempuh melalui pembusukan citra pesaingnya. "Ini menjadi tugas pemerintah untuk mengawasi. Agar persaingan usaha diawasi," imbuhnya.
Menurutnya, harus ada perbaikan sistem agar pengemudi taksi dapat terawasi dengan baik. Apakah pemerintah ataupun korporasi harus mampu mengontrol kerja pengemudinya sehingga dapat diketahui dengan pasti kinerjanya melayani konsumen. "Ini menurut saya dapat mencegah terjadinya aksi perampokan penumpang taksi," papar Mustofa.
Perampokan dalam taksi sempat kembali gegerkan warga Jakarta di penghujung tahun 2014 ini. Polisi telah berhasil mengungkap aktor dibalik perampokan tersebut. Dari tangan mereka, polisi menyita barang bukti seragam dan kartu pengemudi bluebird. Sementara taksi yang digunakan untuk aksi perampokan masih misterius.