REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Puluhan mahasiswa Kabupaten Lebak, Banten, mendesak Dinas Pertambangan dan Energi setempat untuk menutup galian pasir yang merusak lingkungan.
"Kami minta Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) mencabut izin usaha pertambangan pasir yang merusak lingkungan itu," kata Koordinator Lapangan Lukman Hakim dalam orasinya saat unjuk rasa, Kamis (18/12).
Ia mengatakan, selama ini Distamben Kabupaten Lebak tutup mata dan tidak menindaktegas kepada perusahaan pertambangan galian pasir yang merusak lingkungan.
Bahkan, lokasi pendidikan juga banyak areal persawahan maupun permukiman warga terkena dampak pertambangan tersebut.
Selain itu juga banyak pengusaha galian pasir yang benar-benar tidak memiliki perizinan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Mereka pertambangan pasir berlokasi di Desa Citeras, Mekarsari Kecamatan Rangkasbitung juga Kecamatan Cimarga yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
Saat ini, petani setempat merugi karena tanamannya terkena lumpur juga kerapkali kekeringan.
Karena itu, pihaknya mendesak Distamben segera bertindak tegas terhadap pemilik perusahaan pertambangan pasir.
"Jika Distamben itu tidak berani menutup kegiatan galian pasir maka kami akan bertindak paksa melakukan penutupan," katanya.
Menurut dia, keberadaan pertambangan pasir yang setiap hari mengeksploitasi ribuan kubik pasir untuk dipasok ke Jakarta, Tangerang dan Bekasi dinilai merusak lingkungan.
Saat ini, kata dia, cuaca hujan seringkali menimbulkan lumpur maupun banjir hingga menimbulkan kerugian bagi petani.
Selain itu juga kondisi jalan Rangkasbitung-Cikande mudah rusak karena angkutan melebihi tonase.
"Kami berharap pemerintah daerah bertindak dan tidak memikirkan sumber pendapatan daerah," katanya.
Ketua Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat Lebak (Gempar) Abdurahman juga dalam orasinya mengatakan pihaknya menuntut pemerintah daerah menutup kegiatan pertambangan pasir di wilayah Citeras dan Mekarsari.
Kehadiran pertambangan pasir banyak menimbulkan masalah, selain pencemaran juga ancaman longsoran.
Pihaknya mendesak Distamben setempat bertanggungjawab atas reklamasi pasca tambang.
Sebab reklamasi pascatambang merupakan kewajiban para pengusaha tambang untuk memelihara lingkungan.
"Jika tuntutan itu tidak direalisasikan maka kami dan masyarakat akan kembali melakukan aksi dengan jumlah masa yang lebih banyak,"tegasnya.
Aksi mahasiswa itu menuntut Distamben mengevaluasi kembali kebijakan yang sudah dikeluarkan juga meninjau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) agar tidak menyalahi aturan.
"Kami berharap Distamben bersikap tegas dengan melakukan penutupan bagi pertambangan yang merusak lingkungan juga tidak memiliki izin," katanya.