REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) menilai pemberlakuan moratorium pengiriman TKI sejak 2006 oleh pemerintah menjadi "angin segar" bagi Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia swasta (PPTKIS) ilegal.
"Pihak yang paling terdampak adalah PPTKIS resmi dan juga masyarakat pencari kerja," kata Sekretaris Jenderal Apjati, Imam Subali, di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (18/12)
Dia mengatakan di lain pihak penyalur TKI ilegal tidak terdampak moratorium secara nyata karena mereka tetap dapat menyalurkan tenaga kerja (naker) secara leluasa. Bahkan PPTKIS nonresmi itu dapat mengirimkan TKI ke luar negeri tanpa perlindungan cukup dan kemampuan bekerja memadai.
"Penyalur naker seperti itu sama saja mempraktikkan 'human trafficking' (perdagangan orang). Tenaga kerja dikirim ke luar negeri tanpa ada keahlian cukup, jaminan gaji, perlindungan hukum atau salah-salah juga bisa kena pidana bahkan hukuman mati di negara tujuan," kata dia.
Pada kasus lain, kata Imam, terdapat naker yang tinggal melebihi masa izin tinggal sehingga harus berurusan dengan hukum di negara lain.
"Banyak pekerja itu menemui kasus 'overstayed' sehingga harus berurusan dengan hukum. Masalahnya siapa yang bisa menyalurkan mereka ke luar negeri dan siapa yang membiarkan mereka. Saya yakin ada oknum yang bermain di situ, terutama yang berusaha mengambil untung dari para TKI itu," kata dia.
Kendati demikian, dia tidak menampik kemungkinan dari PPTKIS resmi melakukan pelanggaran meski hal itu kecil kemungkinannya.
Penyalur naker resmi cenderung mudah diawasi pemerintah karena mereka mendapatkan sertifikasi pemerintah, termasuk menaruh dana deposit jaminan Rp500 juta di pihak pemerintah. Apabila terjadi pelanggaran maka dana deposit dapat dibekukan.
Sementara itu, penyelenggara ilegal sulit diawasi dengan baik karena tidak terdaftar. Apabila mereka melakukan pelanggaran terkait ketenagakerjaan maka PPTKIS itu cenderung tidak terawasi dengan baik.
Moratorium itu sendiri hingga saat ini masih berlaku ke beberapa negara seperti Arab Saudi, Kuwait, Yordania dan negara-negara lainnya.
Imam berharap pemerintah bergerak cepat dalam membenahi persoalan ketenagakerjaan seperti penegakkan hukum dan pengawasannya terkait TKI.
Selain itu, dia mengharapkan pemberlakuan moratorium dikaji kembali lantaran banyak pengangguran di sejumlah daerah yang sejatinya berkeinginan mendapatkan pekerjaan sebagai TKI.
Dengan terus memberlakukan moratorium, kata Imam, hanya akan memperpanjang daftar pencari kerja.
"Intinya, penyalur naker resmi itu memiliki standar ketenagakerjaan seperti membekali TKI dengan kemampuan cukup dan ada unsur perlindungan. Jika ada penyalur resmi yang nakal tentu izinnya dicabut dan dana deposit miliknya akan dibekukan. Berbeda halnya dengan penyalur ilegal tanpa izin yang terus beroperasi dan akan berhenti sampai mereka ditangkap oleh penegak hukum," katanya.