REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Golkar versi Munas Bali, Nurul Arifin angkat bicara mengenai keputusan Menteri hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly terhadap penyelesaian kisruh partainya. Menurutnya apa yang dilakukan Yasonna Laoly tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi negara ini.
"Ini menjadi blunder yang buruk ya, dan kemudian preseden bagi kita semua karena tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi negara ini," kata Nurul di kompleks Parlemen, Rabu (17/12).
Nurul menilai, Yasonna tidak memiliki ketegasan. Hal itu, kata dia, ditandai dengan pernyataan menteri asal PDIP tersebut yang mengakui dua Munas berlangsung secara sah. Satu munas menghasilkan ketua umum Golkar versi Agung Laksono.
Dari sisi legalistik, menurut Nurul, harusnya Munas Bali yang diakui. Karena ada dua hal pokok yang berlangsung sesuai AD/ART, yaitu pembacaan laporan pertanggungjawaban ketua umum lama, dan pemilihan ketua umum baru.
"Jadi kalau dilihat dari segi lagalistik formalnya itu tentu saja kita harus mengatakan bahwa sebenarnya yang legal itu yang di Bali," ungkapnya.
Dia menilai, pemerintah seolah lepas tangan dan melemparkan penyelesaian ke internal partai. Rekomendasi islah pun, kata dia, sudah terus diupayakan oleh kubunya. Namun belum ada tanggapan positif dari kubu Agung Laksono.
"Islah itu memang sudah berupaya yang telah dilakukan oleh Pak Akbar Tandjung, namun kan belum ada gayung bersambut," ungkapnya.