Jumat 12 Dec 2014 04:57 WIB

Interogasi Terduga Teroris Harus Ada Surat Perintah dari Polri

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Julkifli Marbun
BNPT
BNPT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selalu ada prosedur dan pola yang mesti diikuti oleh para penegak hukum saat harus melakukan pemaksaan mendapatkan keterangan dari para pelaku terduga teroris. Upaya itu juga harus tetap mengindahkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan pendekatan kemanusiaan kepada para terduga teroris.

Hal ini disampaikan Deputi II bidang Penindakan dan Peningkatan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Inspektur Jenderal Polisi Arief Dharmawan. Menurutnya, dalam melakukan interogasi, aparat penegak hukum harus mengantongi surat perintah khusus. Hal itu pun tidak bisa dilakukan sembarangan, karena harus memiliki payung hukum yang jelas.

"Pemaksaaan meminta keterangan itu harus memiliki surat perintah, dalam hal ini dari Kepolisian," kata Arief kepada Republika saat dihubungi via telepon, Kamis (11/12).

Dalam hal penanganan pelaku terduga teroris, Arief menambahkan, pihaknya selalu mengedepankan penghormatan HAM dan pendekatan kemanusiaan, terutama jika ingin mendapatkan informasi tambahan.

"Kami selalu mencoba menekankan adanya kesetaraan antara pemeriksa dan pelaku terorisme yang tertangkap. Sentuhan kemanusiaan lebih dikedepankan," ungkap Arief.

Hal ini dianggap lebih efektif jika dengan menggunakan kekerasan. Menurut Arief, para pelaku terorisme itu akan semakin keras jika didekati dengan cara kekerasan. Alhasil, konsekuensi dari cara pendekatan ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan jumlah tahanan teroris terbanyak di dunia, yaitu sempat mencapai 900 orang dari 26 lapas. Kini, 700 orang diantaranya sudah dinyatakan bebas.

Terkait cara interogasi, Arief bahkan menyebut, petugas interogasi senior FBI sempat memuji cara aparat penegak hukum Indonesia dalam melakukan interogasi para terduga teroris, yang lebih mengedepankan pendekatan kemanusiaan. Hal ini berbeda dengan kondisi di Singapura atau Malaysia.

"Disana, para pelaku teroris ditempatkan di ruang isolasi, tanpa boleh ditemui keluarganya. Di sini (Indonesia), kami justru memfasilitasi. Hal ini agar para terduga teroris tahu bahwa mereka masih dibutuhkan oleh keluarga mereka," kata Arief.

Sementara terkait kerjasama yang dilakukan oleh aparat anti terorisme dari luar negeri, BNPT hanya akan bekerjasama dalam bentuk pertukaran informasi ataupun data-data mengenai adanya potensi tindakan terorisme. Sementara untuk penindakan dan cara penanganan terorisme mutlak menjadi milik negara-negara yang bersangkutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement