Rabu 10 Dec 2014 12:28 WIB

Wacana Doa di Sekolah, HTI Sebut Menteri Anies Aneh!

Rep: C13/ Red: Winda Destiana Putri
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan.
Foto: Antara
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana yang dilakukan Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar d‎an Menengah Anies Baswedan untuk merevisi doa di sekolah memperoleh banyak pertentangan.

Pertentangan ini pun muncul dari beberapa ormas Islam termasuk Hizbu Tahrir Indonesia (HTI).

"Aneh itu!" kata Juru Bicara (Jubir) HTI Ismail Yusanto. Menurutnya, Menteri Anies terlalu serius menanggapi keluhan kaum minoritas yang meminta doa di sekolah direvisi. Karena selama ini doa yang dilakukan di sekolah saat sebelum dan sesudah belajar itu selalu menggunakan tata cara Islam.

Menurutnya, kebiasaan membaca doa secara Islam ini sudah lama dilakukan di Indonesia. Ismail mengatakan cara seperti ini sudah menjadi kebiasaan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, sebagian besar acara-acara besar di Indonesia selalu berdoa dengan cara Islam.

"Seperti saat Perayaan Hari Besar Indonesia (PHBI), sidang-sidang bahkan saat pelantikan menggunakan doa secara Islam," ujar Ismail saat dihubungi Republika Online pada Rabu (10/12). Oleh karena itu, bukan menjadi hal yang aneh jika sebagian cara berdoa dilakukan secara Islam.

Ismail menjelaskan, seperti diketahui mayoritas warga Indonesia itu penganut agama Islam. Maka, menjadi hal yang wajar jika berdoa secara Islami.

"Sama halnya di Bali yang sebagian besar beragama Hindu," kata Ismail. Ia menambahkan, masyarakat Bali termasuk kaum minoritas seperti Islam di sana tetap menggunakan cara agama Hindu jika berdoa.

Ismail mengaku sangat khawatir kepada Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar d‎an Menengah yang saat ini menjabat di Indonesia. Menurutnya, sikap Mendikbud tersebut sangat berlebihan menanggapi keluhan ini. Sebaiknya, Mendikbud fokus saja masalah pendidikan di Indonesia.

Menurut Ismail, jika Mendikbud terus bersikap seperti itu, maka bukan hal yang tidak mungkin akan menimbulkan masalah ke depan. "Respon yang salahnya itu akan berakibat masalah ke depan," jelasnya.

Ismail mengaku khawatir masalah ini akan memunculkan suatu kondisi yang berlebihan. Misalnya, kondisi ini akan membuat setiap sekolah membangun rumah-rumah ibadah umat lain. Hal ini tentu akan mengagetkan umat mayoritas, mengingat hanya masjid (rumah ibadah umat Islam) yang selalu dibangun di setiap sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement