Selasa 09 Dec 2014 20:27 WIB

Bacakan Eksepsi, Dua Guru JIS Nilai Dakwaan JPU Penuh Rekayasa

dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
dari kiri)Kuasa Hukum guru JIS Hotman Paris Hutapea , Kepala Sekolah SD Jakarta International School (JIS) Elsa Donahue (WN Amerika Serikat) saat tiba di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (12/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar kasus dugaan pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS). Agenda sidang hari Selasa (9/12) ini adalah pembacaan eksepsi dari dua terdakwa guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinant Tjong.

Tim pengacara Ferdinant Tjiong dan Neil Bantleman dalam eksepsinya menegaskan, seluruh dakwaan yang disampaikan JPU terhadapnya dan Neil sangat absurd dan tidak masuk akal. Dakwaan tersebut juga tidak memenuhi kaidah-kaidah dasar hukum acara pidana yang sudah diatur dalam KUHAP.

Sebagai contoh, dalam surar dakwaan jaksa disebutkan kasus yang melibatkan kedua guru tersebut terjadi pada waktu yang tidak dapat diingat lagi dengan pasti. Artinya dakwaan pidana oleh JPU tidak menyebutkan kapan peristiwa ini terjadi, dimana dan dengan bukti-bukti apa.

Dakwaan  tidak memenuhi ketentuan KUHAP, khususnya Pasal 143 ayat (2) huruf b yang mengharuskan disebutkan uraian yang jelas dan cermat atas waktu terjadinya pidana. "Jelas terlihat kasus ini sangat dipaksakan dan para guru ini sengaja dikorbankan, persis seperti dugaan kami sejak awal kasus ini terjadi," kata Patra M Zen.

Hotman Paris Hutapea, salah seorang kuasa hukum mengatakan, seharusnya ketika JPU membuat dakwaan tidak hanya menerima laporan dari polisi. Tapi melakukan pemeriksaan dan bahkan investigasi lebih mendalam terkait kasus yang diserahkan oleh kepolisian. Termasuk mengetahui latarbelakang munculnya kasus yang terjadi pada dua guru JIS ini.

Sebab Neil dan Ferdy diadukan ke polisi dengan tuduhan tindak asusila setelah gugatan perdata oleh ibu MAK, berinisial TPW, ditolak dan kemudian dinaikkan menjadi US$ 125 juta atau hampir senilai Rp 1,5 triliun.

Sementara gugatan pidana sejak awal yang dilakukan TPW kepada JIS senilai US$ 12 juta hanya ditujukan bagi 6 pekerja kebersihan. TPW menggugat JIS sebesar itu lantaran anaknya diduga mengalami sodomi.

"Dakwaan jaksa mengada-ada dan sangat berbahaya bagi sistem hukum di Indonesia. Baru kali ini sebuah kasus pidana tidak jelas disebutkan kapan waktunya dan dimana dilakukan. Sistem hukum kita bisa rusak dengan cara-cara mengkreasi kasus seperti ini," jelasnya.

Dengan tidak adanya kepastian waktu dan kejadian, JPU telah menempatkan para tersangka seolah-olah selalu ada untuk melakukan kejahatan. Padahal sangat mungkin para guru tersebut tidak ada di Indonesia pada waktu-waktu yang dituduhkan.

"Tanpa bukti yang jelas dan dakwaan yang tidak memenuhi KUHAP kasus dua guru JIS ini tidak layak dilanjutkan lagi. Memaksakan sebuah kebohongan ke ruang pengadilan akan menghancurkan dan merusak tatanan hukum di Indonesia," katanya.

Neil Bantleman dalam eksepsi yang ditulisnya mengatakan dirinya sangat sedih dan kecewa mendengar tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada dirinya. Ia mengatakan sejak awal sangat kooperatif dalam memenuhi panggilan-panggilan polisi untuk memberikan kesaksian.

"Saya pikir hal tersebut akan memberikan kebenaran terhadap kasus ini dan membuktikan ketidakbersalahan saya. Ternyata kejadiannya tidak seperti itu. Saya bertekad untuk berjuang dan mempertahankan kebenaran agar keadilan dapat ditegakkan," jelasnya.

Sementara dalam pembacaan eksepsi yang disusun sendiri oleh Ferdinand Tjiong, ia mengatakan bahwa dakwaan keji seperti itu direkayasa oleh manusia yang tidak mempunyai hati nurani.  Ferdi menuliskan sebuah puisi dalam eksepsinya.

Cinta Seorang Anak Negeri

Hancur Asa Mengiris Rasa

Melihat dan Merasakan Negeri Tercinta

Membual Berdiri Tegak Bertopeng Kemunafikan

Beralas Jerit Derita Negeri Penuh Cerita

Meninabobokan Hingga Lumpuh Mati Rasa

Kapankah Cinta Kita Sungguh Kokoh?

Kapankah Cinta Kita Sungguh Murni?

Kemurnian Cinta Seorang Anak Negeri Sedang Diuji

Bukan Hanya Aku

Tapi Juga Kamu

Kamu

Dan Kamu

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement