REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para korban pelanggaran HAM menuntut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Tedjo Edhi Purdijatno meminta maaf dan mencabut pernyataannya yang terkesan menyepelekan soal penyelesaian kasus dan keadilan bagi korban HAM masa lalu.
Ketua Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara, Syamsul Bachri menilai tak pantas Tedjo sebagai Menkopolhukam mengeluarkan pernyataan yang terkesan menyepelekan penuntasan kasus HAM.
"Dia tidak layak jadi menteri di bawah Presiden yang sudah punya rencana penegakan HAM. Saya kira kami dengan tegas meminta agar pernyataan itu dicabut karena berbahaya bagi keadilan korban," katanya menegaskan, Kamis (4/12).
Hal senada disampaikan oleh Ruyati Darwis, ibu dari korban HAM dalam kasus Mei 1998. Ia mengatakan pernyataan Tedjo menyakiti hati keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu. Sebab seolah usaha mereka selama ini mencari keadilan sama sekali tidak dihargai.
Sementara Sumarsi, ibu korban atas nama BR Nurman atau Irawan, Mahasiswa Atma Jaya korban kerusuhan Semanggi tahun 1998, memintar Komnas HAM dan Kontras serius untuk membantu para korban pelanggaran HAM masa lalu.
Sumarsih juga meminta agar kasus pelanggaran ham tragedi 98 seperti tragedi Trisakti Semanggi satu dan dua, Kerusuhan Mei dan penghilangan paksa, diselesaikan Pengadilan HAM Ad Hoc.
"Itu sebagai tolak ukur keberhasilan pemerintah Jokowi di dalam menghapus impunitas yang dituangkan Jokowi-JK dalam visi misi dan program aksi saat kampanye pemilu 2014," katanya.
Menkopolhukan Tedjo Edhi Purdijatno sebelumnya menganalogikan upaya penanganan kasus HAM di masa lalu jangan seperti tari poco-poco. Ia mengatakan penangganan HAM jangan membuat negara sulit untuk maju ke depan.
"Jangan seperti tarian poco-poco, maju mundur. Kapan majunya negara ini kalau hanya mencari-cari kesalahan. Artinya kita lihat, yang sudah bersalah kan sudah, sudah dihukum sudah selesai. Jangan diungkit lagi masalah itu," ujar Tedjo di Istana Kepresidenan, Jakarta hari ini.
Menurut Tedjo, apabila kasus HAM dilakukan dengan pendekatan hukum, maka tak akan ada habisnya. Sebab banyak kasus masa lalu yang nantinya harus dijawab.
"Kalau mencari masa lalu kenapa nggak mencari zamannya itu, Westerling yang berapa puluh ribu warga kita habis di sana. Tidak akan pernah selesai kalau kita melihat ke belakang," tegasnya.