REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Ketua DPP Partai Golkar yang juga calon ketua umum Partai Golkar, Priyo Budi Santoso meninggalkan lokasi penyelenggaraan Munas IX Golkar di Nusa Dua, Bali, Selasa (2/11). Ia akan melanjutkan komunikasi dengan seluruh elemen Partai Golkar untuk menyelenggarakan Munas Golkar pada Januari 2015.
Priyo mengaku pada Senin (1/11) hingga Selasa (2/11) pagi, banyak didatangi para pimpinan DPD II Partai Golkar berbagai propinsi di tempat dia menginap selama di Bali. Mereka, kata Priyo, menyesalkan pelaksanaan Munas IX Golkar yang tidak demokratis dan sarat dengan rekayasa. "Menggunakan cara-cara tidak sehat atau istilah yang disebut pak Nurdin Halid dalam rekaman yang beredar luas sebagai cara yang licik sekalipun," kata Priyo, di Nusa Dua, Selasa (2/11).
Priyo mengikuti jejak para calon ketum lainnya yang juga meninggalkan gelanggang pertarungan ketua umum Golkar. "Saya dan banyak tokoh lainnya akan mempersiapkan penyelengaraan munas di Januari 2015. Munas yang demokratis, munas yang halal, munas yang menjamin hak pemegang suara utamanya DPD II dan I se Indonesia. Mereka dijamin bisa menggunakan hak suaranya untuk memilih ketum baru dengan bebas sesuai hati nurani," kata dia.
Priyo menyinggung tentang beredarnya rekaman yang diduga adalah suara Ketua SC Penyelenggara Munas IX Golkar Nurdin Halid dengan para ketua DPD I. Jika benar rekaman itu benar-benar terbukti, menurut Priyo, hal ini sudah menabrak aturan main di AD/ART. "Ini benar-benar penyelenggaraan Munas yang paling buruk dalam sejarah golkar," ungkapnya.
Sebelumnya, Priyo Budi Santoso yang sebenarnya sudah berniat mengikuti ajakan Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Golkar Akbar Tandjung, gagal masuk arena munas. Sekalipun posisinya adalah ketua DPP Partai Golkar, sekaligus sudah menerima undangan, namun ia tetap tidak diberikan ID Card peserta munas.
Calon lainnya Airlangga Hartarto juga mengundurkan diri dari pencalonan ketum. Airlangga keluar dari gelanggang karena merasa pelaksaan munas tidak fair.