REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Kasus bentrokan antara TNI-Polri yang belum tuntas memerlukan sebuah instropeksi internal organisasi agar tidak menjadi contoh buruk bagi masyarakat.
"Polisi harusnya tidak mudah melakukan pembalasan-pembalasan, yang kita lihat sama seperti masyarakatnya. Kalau masyarakatnya, kita bukannya bilang wajar, masyarakat juga tidak wajar, tapi jika antara masyarakat dan polisi sama-sama seperti itu kan apa bedanya," kata pengamat kepolisian Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar, Senin (1/12).
Dalam kasus kekerasan yang terjadi selama ini, ia melihat, polisi dan masyarakat berada dalam posisi sama-sama keliru. Masyarakat yang keras dan terprovokasi disambut oleh polisi yang terpancing atau reaktif.
"Jadi ini ada aksi dan reaksi. Tapi kalau kita melihat secara lebih utuh, polisi ini kan orang pilihan, orang yang dipilih, dididik, itu harusnya lebih arif dan bijaksana," ujarnya.
Menurut Bambang, sistem pendekatan tugas yang selama ini masih tampak dengan kekerasan atau destructive power harus diubah menjadi pendekatan yang lebih persuasif dan mengedepankan dialog. Hubungan polisi dengan masyarakat, lanjutnya, harus menjadi hal yang diperhatian pimpinan Polri.
"Polri harus instrospeksi untuk mengubah cara-cara dalam berkomunikasi dengan massa. Dialog dengan masyarakat itu perlu," kata Bambang.