Rabu 26 Nov 2014 11:19 WIB

PAN: Kado Jokowi, Subsidi Kereta Ekonomi Dicabut

Anggota DPR Fraksi PAN, Lucky Hakim.
Foto: Antara
Anggota DPR Fraksi PAN, Lucky Hakim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR Lucky Hakim mengkritik kebijakan Presiden Jokowi. Usai menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.00 per liter untuk jenis solar dan premium, pemerintah juga menaikkan tarif kereta ekonomi. PT Kereta Api Indonesia (KAI) menggunakan kata penyesuaian tarif mulai 1 Januari 2015, untuk kereta jarak sedang dan jauh.

PT KAI menaikkan tarif sebesar 150 persen seiring dengan pencabutan subsidi atau Public Service Obligation (PSO) oleh pemerintah. "Permirsaah! ada hadiah lagi dr Pemerintah tuk Rakyat: PENCABUTAN SUBSIDI KERETA EKONOMI, mulai awal tahun harga tiket kereta ekonomi NAIK," katanya melalui akun Twitter, @sayaluckyhakim.

Menurut pria yang bekerja sebagai bintang film ini, menyesalkan kebijakan ekonomi yang dipilih pemerintahan Jokowi dengan mengurangi hingga mencabut subsidi untuk rakyat kecil. "#BBMnaik, bus antar kota naik, rakyat mau naik kreta, eh malah dinaikin awal tahun ini, yg ekonomi pula. Nasib negeri ini krn salah pilih," ujarnya.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut juga menyoroti perintah Jokowi yang melarang anggota Kabinet Kerja untuk menggelar audiensi bersama DPR. "Dan menteri2 diinstruksikan untuk tidak boleh hadir rapat dengan DPR? Astagfirullah,, ini apalagi??"

Dia memahami alasan Jokowi yang baru merasa sebulan kerja langsng dipanggil DPR. Justru, kata dia, karena baru sebentar bekerja, namun dampaknya rakyat jadi menanggung beban berat maka DPR layak meminta penjelasan.

"Presiden & menterinya BUKAN penguasa absolut. Pasal UUD1945 pasal 1 ayat 2&3. Kedaulatan ada di tangan Rakyat & NKRI adlh negara Hukum," katanya. "Bila 3x menolak dipanggil DPR (yg sejatinya adlh Wakil Rakyat), maka bisa dipanggil Paksa. Menolak Rapat dgn DPR = menolak diawasi rakyat."

Lucky melanjutkan, dana APBN berisi ribuan triliun rupiah yang dikelola Presiden dan kabinetnya harus diawasi oleh rakyat. Lalu, ia mempertanyakan, bagaimana DPR bisa mengawasu uang rakyat yang dikelola pemerintah kalau menterinya dilarang hadir oleh Presiden bila diundang DPR.

"Kerja-kerja-kerja" tapi nyatanya ketika DPR mengundang Menteri tuk bekerja malah dilarang. Makin membingungkan, atau mmng tdk mau diawasi??" sindi Lucky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement