Jumat 21 Nov 2014 21:45 WIB

LIMA: Ada Tiga Kecacatan dalam Pemilihan Jaksa Agung Baru

Rep: C87/ Red: Bayu Hermawan
HM Prasetyo dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai Jaksa Agung di Istana Negara Jakarta, Kamis (20/11).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
HM Prasetyo dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai Jaksa Agung di Istana Negara Jakarta, Kamis (20/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menyebutkan ada tiga 'kecacatan' dalam proses pemilihan politikus Partai NasDem HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung baru.

Ray mengatakan 'kecacatan' pertama adalah proses pemilihan Jaksa Agung dilakukan dengan cara yang tertutup. Tanpa ada semacam pemberitahuan di awal tentang nama-nama yang dinominasikan oleh Presiden sebagai calon jaksa agung.

"Tiba-tiba masyarakat dikejutkan pada kenyataan bahwa sore hari, tanggal 19 November, Jokowi langsung melantik Prasetyo sebagai Jaksa Agung," ujar Ray, Jumat (21/11).

Menurutnya, efek cacat pertama itu mengakibatkan cacat yang kedua, yakni proses yang tidak transparan telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Sebab Jokowi sama sekali tidak pernah mengungkapkan siapa saja bakal calon Jaksa Agung.

Sehingga masyarakat tidak membuat semacam penilaian rekam jejak apakah calon-calon yang dimaksud tepat, kredibel, punya keberanian, jujur dan bersih, serta punya prestasi untuk membongkar kebobrokan dalam tubuh Kejaksaan Agung.

Ray menilai saat ini, Kejaksaan Agung merupakan salah satu institusi yang proses pembenahan reformasi masih jauh dari harapan. "Bayangan buramnya pembenahan kejaksaan semakin kuat dengan pemilihan Prasetyo sebagai Jaksa Agung," katanya.

Cacat ketiga, lanjutnya, yakni pribadi HM Prasetyo bukanlah figur menonjol di lingkungan kejaksaan. Masa baktinya sebagai Jampidsum dinilai tidak menorehkan prestasi apa pun dan tidak ada kasus besar yang diungkap. Bahkan pemikiran Prasetyo tentang reformasi kejaksaan juga tidak terdengar.

Selain itu, Prasetyo merupakan kader partai politik. Menurutnya, hal itu seperti menyepelekan semangat Jokowi yang ingin menegakan pemerintahan yang jauh dari tekanan dan kepentingan parpol.

Ray juga menilah semakin hari Jokowi terkesan semakin dalam masuk ke cengkeraman parpol. Situasi tersebut tidak akan terjadi jika Jokowi mampu menahan diri, dan selalu membentengi diri dengan semangat awal keinginannya menjadi presiden.

"Sayangnya, Jokowi seperti membuka dirinya untuk diintervensi. Itulah yang terlihat dari pembentukan kabinet, dan sekarang Jaksa Agung," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement