Sabtu 15 Nov 2014 21:51 WIB

‎Jokowi Diminta tak Telan Mentah-Mentah Informasi BBM dari Bawahannya

Rep: c62/ Red: Mansyur Faqih
  Seorang pedagang menjajakan poster Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/11). ( Republika/Raisan Al Farisi)
Seorang pedagang menjajakan poster Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (3/11). ( Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Energy Watch‎ Ferdinand Hutahaean ‎meminta Joko Widodo (Jokowi) tidak menelan mentah-mentah informasi dari menteri atau Pertamina mengenai bahan bakar minyak (BBM). 

Sehingga Jokowi tidak begitu saja menaikan harga BBM pada saat minyak dunia sedang turun di bawa 80 dolar AS per barel.

"‎Dulu pernah saya sampaikan Pak Jokowi jangan menelan mentah-mentah informasi yang diberikan oleh internal," kata Ferdinand di Jakarta, Sabtu (15/11).

Ferdinand menilai, informasi ‎dari internal pemerintah sudah banyak mengandung racun dari mafia. 

"Ini terbukti dengan kuota BBM yang Rp 276 triliun tidak kaji bersama-sama, benar tidak angkat itu yang disubsidi.Saya tidak yakin ‎kalau kita itu habis Rp 276 triliun untuk subsidi," katanya.

Menurutnya, sebaiknya Jokowi menjelaskan dan mengajak masyarakat menghitung bersama. Yaitu berapa jumlah biaya produksi BBM subsidi. 

Dengan begitu, ‎rakyat bisa menerima atau menolak kenaikan harga BBM. "Jangan jadi polemik terus-terusan. Itu yang kami minta dari pemerintah," katanya.

Menurut Ferdinand tidak masuk akal jika pemerintah menaikkan harga BBM ‎harga premium menjadi Rp 12 ribu per liter. Padahal, bahan bakar jenis pertamax dijual dengan harga di bawah Rp 12 ribu per liter.

"Sementara pertamax dan pertamax plus di bawah Rp 12 ribu yang harga ekonomi dan itu Pertamina sudah mendapat untung," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement