REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar didorong untuk tetap menjadi partai di luar pemerintah. Serta menjadi kekuatan penyeimbang bersama Koalisi Merah Putih (KMP) selama lima tahun mendatang.
Golkar dinilai lebih baik untuk melepas diri dari stigma sebagai partai pemerintah.
Ketua Angkatan Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia mengatakan, posisi penyeimbang akan lebih baik untuk partai berlambang pohon beringin itu. Sebab, setelah menjadi partai pendukung pemerintah pada 2004-2009, suara Golkar justru turun pada pemilu 2009.
"Ketika masuk ke dalam pemerintah, suara Golkar justru menurun. Padahal ketum waktu itu (Jusuf Kalla/JK) menjabat sebagai wakil presiden," katanya di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Jumat (14/11).
Dia menjelaskan, stigma sebagai partai pendukung pemerintah pernah dicoba untuk dilepas ketika kepemimpinan Akbar Tandjung melalui Koalisi Kebangsaan pada 2004. Tetapi, saat kepemimpinan berganti ke JK, Golkar justru kembali masuk ke dalam pemerintah dan suara Golkar turun pada 2009.
Doli mengatakan, anggapan Golkar sebagai partai yang tidak bisa hidup di luar kekuasaan harus dihapus. Meski pun bukan berarti Golkar harus memosisikan diri sebagai partai oposisi.
"Jadi selama kebijakan itu baik bagi masyarakat, harus didukung. Bila bertentangan dengan aspirasi, Golkar mengoreksi kebijakan tersebut melalui solusi," ujarnya.